Skip to main content

Posts

BEDEBAH

Bedebah yang ini bukanlah kata makian, tapi bukan juga klub bola para artis, Bermain Dengan Bahagia. Tetapi Bekerja Dengan Bahagia. Dahulu kala saat masih sekolah, saya ingin menjadi seorang ahli geologi atau fisikawan. Namun karena keterbatasan otak dan daya juang saya dalam belajar serta tidak lulus (hahaha) akhirnya tidak kesampaian. Setelah lulus dari jurusan sosiologi Universitas Riau, semesta menunjukan saya menjadi seorang wartawan. Yap. Di sebuah media besar yang masih dibawah naungan Kompas, Tribun Pekanbaru. Tentu saya senang sekaligus bangga. Tidak semua orang bisa masuk di sini, apalagi memakai "orang dalam". Profesi ini hanya satu tahun saya geluti, ketika saya dipinang oleh salah satu perusahaan pemberi saya beasiswa, Tanoto Foundation, yakni RAPP. Sekarang saya ditempatkan diposisi media relations officer. Tentu berbeda dengan menjadi wartawan. Disini saya tidak hanya menulis, tetapi lebih dari itu. Banyak hal-hal yang tidak say ketahui dulu, baik pekerjaan,...

Biasanya

Tidak bisa tidur. Sudah pukul 01.42 dinihari. Rumah rasanya beda. Beda banget.Setiap pulang kerumah, selalu emosional, ada yang hilang. Masih gak percaya. Biasanya Abah selalu telpon saya saat perjalan puang dari Pangkalan Kerinci ke Pekanbaru. Setiap Sabtu siang, suara beliau selalu terdengar diujung telepon  "Dijemput dimana, nak?". Sekarang sudah tidak ada lagi. Setiap saya masuk rumah biasanya dari jendela pasti melihat Abah sedang nonton. Sekarang pun tv jarang ada yang nonton. Biasanya juga kita setiap weekend minum kopi di boffet abang dan makan nasi goreng di dekat Djuanda . Sekarang itu itu sudah jadi kenangan dalam pikiran saya. Di mess, biasanya setiap pagi Abah selalu telpon membangunkan saya. "Bangun lagi, jangan tidur lagi, jangan lupa sholat". Rasanya hidup ini komplit. Setelah Abah tidak ada, saya seperti kehilangan, kehilangan tujuan saya melakukan hal ini dan itu untuk siapa, dunia seperti mengecil dan  menghimpit saya. Sampai saya su...

Teringat Ibu

Sembilan tahun ini. Rumah terasa sepi. Pagi-pagi, tanpa sarapan pagi. Semua sibuk mengurus diri sendiri. Sembilan tahun ini. Telepon genggam sunyi. Omelan tiada lagi. "Sudahilah main game itu ii". Ayo mengaji. Sembilan tahun kali ini. Lebaran sunyi kembali. Mungkin tidak sholat ied lagi. Sembilan tahun ini. Ibu tidak rasakan sakit lagi. Tidak perlu hadapi dunia ini. Tenang di sana ibuku, sayangku . Malam ini aku rindu, Ibu. Sangat Rindu.

Moving On

Dingin. Diiringi playlist sendu dan merdu, sambil melihat kerlap kerlip lampu di kaki Gunung Marapi. Sudah lama saya tidak merasakan hal seperti ini. Kerinduan akan perjalanan sedikit terbayar. Duduk sambil melihat dibalik kacamata berembun, membuat saya mengingat masa lalu. Perjalanan yang kami lakukan bersama, melintasi jalanan curam dicampur kecemasan. Melewati jalan sempit berkelok-kelok. Seperti hubungan kami yang saat itu masih berkelok-kelok entah mau dibawa kemana, sampai akhirnya jadi sesuatu yang hilang maknanya, menyatu diantara kabut gunung. Still everyday I think about you  I know for a fact that’s not your problem  But if you change your mind you’ll find me hanging on to the place  Where the big blue sky collapse Mari mengubur semua yang sudah selesai, semua amarah dan kecewa.

Kapan Nikah ?

Kapan Nikah? Pertanyaan semacam itu belakangan ini kerap menabrak saya. Entah mengapa, di usia yang masih belia ini, orang-orang menanyakan hal tersebut. Demi tidak memperpanjang introgasi, saya hanya menjawab "Hilalnya belum kelihatan". Bagi saya, menikah itu bukan karena temanmu sudah menikah, lalu kamu harus menikah, menikah bukan untuk ikut-ikutan. Menikah itu, dua orang harus memiliki komitmen satu sama lain. Mereka harus saling berbagi rasa dan asa. Saat ini, menikah bagi saya belum menjadi prioritas utama. Saya sempat berpikir untuk hidup sendiri, menikmati diri sendiri dengan melakukan hal yang disukai. Namun, saya tidak bisa menolak virus merah jambu menyerang perasaan saya. Kalau dipikir-pikir, masih banyak yang harus saya lakukan sebelum memutuskan untuk membagi waktu dan hidup untuk orang lain. Intinya, saya belum selesai dengan diri saya sendiri. Bukan berarti saya tidak mau menikah. Karena menikah bukan semudah melihat Kotaru Minami berubah menjadi satria ba...

Oh, God

Perjalanan dari Pekanbaru menuju Pangkalan Kerinci kali ini, m embuat saya banyak berpikir, sampai-sampai saya tidur di bus hanya sebentar. Biasanya saat bus baru saja berjalan, saya sudah mulai tak sadarkan diri. Banyak hal yang saya takutkan. Banyak hal yang saya cemaskan. Dan hal ini ingin saya keep sendiri dulu. Ditengah jalan, lampu padam, pendingin ruangan menyala begitu kencang sehingga bulu kaki saya seperti berdiri. Pasalnya, saya memakai celana pendek. Saya masih berpikir banyak hal. Saya percaya Tuhan sudah menggariskan hidup makhluknya, rizki, jodoh dan kematian sudah tertulis sebelum kita dilahirkan ke dunia. Lantas, mengapa saya mesti mencemaskan hal-hal yang saya pikirkan?. Kemudian, belakangan jadi orang yang mudah tersinggung. Hal yang menyakitkan memang membuat saya lebih banyak berpikir.