Skip to main content

Posts

さようなら

Orang Jepang . Mereka Dari TV Tokyo . Salah Satu TV Swasta di Jepang. Kita kembali bersua dengan suasana berbeda. Makan malam kali ini aku tidak sendirian seperti malam-malam sebelumnya. Kali ini aku makan malam bersama tiga orang Jepang . Pakaianku ya, seperti biasa, gaya favoritku sejak dulu, celana pendek. Mereka, orang Jepang tetap memakai celana panjang. Maafkan saya, merasa tidak sopan. Awalnya kami sudah janjian dulu, mereka menjemputku kerumah. Akhirnya kami memutuskan untuk makan di sebuah restoran yang ada di Mal Ciputra Seraya . Kami berempat. Aku, Komatsu, Soyama dan Naganuma. Kami duduk didekat jendela. Sengaja aku pilih di sana, karena aku suka hujan. Pikiranku terasa ringan ketiga melihat air yang mengalir di kaca. Kami duduk di meja segi empat, saling berhadapan, aku berhadapan dengan Komatsu dan Soyama dengan Naganuma. Aku memilih menu andalan yakni Bihun goreng, dan mereka aku tidak tahu apa menunya, yang jelas ada ayam. Aku yang pecinta ayam tentu antusi...

#MELAWANASAP

Sebelum aku mulai mengoceh, izinkan aku untuk membuka ocehan ini dengan #MelawanAsap #MelawanAsap #MELAWANASAP Hari ini aku bertemu orang baru lagi. Orang Jepang. Dia bersama perwakilan Jepang di Indonesia Kuniyasu dan Reporter namanya Soyama. Reporter Tokyo TV. Tidak bisa bahasa Inggris, apalagi bahasa Indonesia. Lucu ketika ia memperkenalkan diri kepadaku. Lewat line. Sebelumnya, ia memintaku untuk menggoyang-goyangkan HP ku agar bisa terhubung satu dengan yang lain. Ternyata gagal. Akhirnya ia memberikan id linennya kepadaku sambil menunjukkan idnya dari HPnya. Aku menduga ia susah membaca huruf latin. Aku menuliskan namaku di room chat "i am sari". Kemudian ia membalas "i am Soyama". Sambil menunjukkan Profile Picturenya, ia memberikan isyarat itu anak saya. Lalu, saya menjawab dengan jempol sambil berkata "handsome boy". Sekarang saya berpikir jika kabut asap ini sudah mendunia. Riau bukan lagi go nasional, tapi sudah go Internasional, akibat kabut ...

Pilih-pilih

Sudah lama sekali aku tidak menulis di blog yang sudah hampir enam tahun menemaniku dengan setia. Sebenarnya blog ini lahir karena apa ya, mungkin lahir dari kisah-kisah yang tak seberapa, patah hati misalnya. Dalam lima tahun belakangan, aku beberapa kali jatuh cinta dan beberapa kali patah hati. Tapi aku hanya ingat yang patah hati saja. Saat ini, bukannya aku tidak mau pacaran. Tetapi aku masih menunggu yang tepat, yang benar-benar membuat suatu hubungan bersahaja, tidak hanya bisa berbicara tentang kita melulu tapi apa saja. Aku adalah orang yang sulit untuk benar-benar membuka hati untuk orang lain, sekarang. Karena, aku tak mau dilanda patah hati berkali-kali. Patah hati terakhir itu membuat aku menjadi sedikit "pilih-pilih". Ah, mungkin itu hanya kisah cinta remaja.

Keindahan Pekanbaru dari Lantai 12

Aku menarik gas motor tua Abahku menuju tempat tertinggi di Pekanbaru, The Peak hotel . Jaraknya sekitar 800 meter dari rumahku. Lokasinya berada di Jalan Ahmad Yani. Sampai di parkir basement aku diberi karcis parkir oleh petugas. Basement Terlihat kecil, tapi ternyata besar, bisa menampung 250 kendaraan roda empat. Tak jauh dari parkir, aku ingin menuju lantai 12 , tempat dimana aku akan mewawancarai Pak Deki, Marketing di sana. Aku menekan tombol lift tepat di angka 12. Seperti naik lift biasa, hanya saja tak terasa lama dan guncangannya.  Tiba di lantai 12. Sepi. Aku tak ingin memikirkan apa-apa. Pria berkacamata itu yang memakai baju batik coklat telah menungguku. Dia bernama Pak Deki. Sebelumnya aku disapa dengan ramah oleh waiters disana, mereka suka Senyum. Kemudian kami masuk untuk mengobrol keperluan kerjaan. .... Kami memilih duduk di dalam ruangan karena di luar masih asap. Duduk di sofa berwarn hitam. Minum teh panas. Kemudian aku mulai bekerja. Saat berb...

Kita Hanya Sebatas Layar dan Jaringan

Aku sedang tidur telentang sambil memakai masker. Ya, masker. Sudah lama sekali aku tidak memakai masker. Saat ini masker membuat wajahku seperti di lem. Lupakan masker. Aku sedang ingin untuk menyelesaikan pekerjaanku. Menulis sebuah tulisan tentang cafe yang menurutku sangat keren, Board Game Lounge . Di dalam sana, para pengunjung bisa menjadi manusia seutuhnya. Di dalam sana diajarkan menjadi manusia tanpa gadget dan bermain game bersama. Kemudian menghamburkan tawa. Konsep yang menarik. Seperti menemukan kebersamaan dan kebahagian. Aku teringat saat ini kita adalah manusia-manusia digital, tentu kita memiliki kecemasan-kecemasan digital. Saat ini kita semua, sebagai warga dunia cemas saat kita ketinggalan handphone, atau sang pacar tidak membalas pesan kita. Itu hanya contoh saja.  Teknologi telah memonopoli kehidupan kita. Itu tidak salah, menurutku. Saat ini banyak diantara kita, tidak harus bekerja dengan adanya tempat, adanya benda fisik, seperti manusia, meja...

PENCITRAAN DAN PERSEKONGKOLAN

1.33 PM. Aku hanya menatap layar telepon genggamku. Sesekali menyentuh dan menggeser layarnya. Aku mulai membuka akun media sosialku, melihat-lihat saja tanpa meninggalkan jejak. Aku sedang bosan, sedang malas. Aku sedikit bosan dengan apa yang dikatakan para perampok itu, mereka yang mencuri uang negara, uang pajak yang kita bayarkan. Aku juga sedikit kesal dengan wakil rakyat. Itu terjadi ketika mereka tak menyetujui proyek sampah sebesar Rp 53 Miliar. Pasalnya, menurut mereka proyek tersebut tidak lazim dan belum ada uang sebanyak itu digunakan untuk proyek sampah. Lalu, dua minggu kemudian mereka menyetujuinya. Mereka menjilat ucapan mereka sendiri. Aku menduga mereka ini sekongkol. Kita semua tahu, aku juga tahu ada sesuatu dibalik hal tersebut. Kita tak bisa menuduh, kita hanya bisa berburuk sangka, karena lita tal memiliki bukti. Dan Mereka pun tidak transparan. Mereka, Tidak pernah mereka mempublish apapun yang mereka lakukan kecuali foto-foto pencitraan. Satu lagi, Rabu lal...

Ketika Kita Mulai Lemah Karena Asap

Ini postingan kedua saya tentang kabut asap. Hampir sebulan kami masyarakat Riau menghirup partikel debu halus yang berbahaya. Bahkan kami lupa, bagaimana rasanya menghirup udara segar yang semestinya kami dapatkan. Hak kami menghirup udara segar direbut oleh negara yang sukanya sekongkol dengan pelaku pembakar hutan. Setiap hari kami mengeluh dengan tebalnya asap. Setiap hari kami menuliskan isi keluhan kami di media sosial. Tapi kabut asap tak juga hilang. Setiap hari ratusan hotspot terdeteksi satelit. Itu baru yang terdeteksi, mungkin masih banyak lagi yang tak terdeteksi. Setiap hari membaca berita, kami merasa marah. Tapi, mau marah yang bagaimana? Protes sudah dilakukan berbagai kalangan. Tapi asap tak kunjung pergi dari Riau. Bahkan kami sudah membawa Tuhan ke masalah ini. Kami berdoa menurut agama masing-masing. Umat Islam sholat Istiqo, umat kristiani berdoa di gereha, umat Budha berdoa di Vihara, Hindu di pura. Sekarang harapan kami cuma satu, Tuhan yang maha kuasa. Kami...