Skip to main content

Posts

Kita Hanya Sebatas Layar dan Jaringan

Aku sedang tidur telentang sambil memakai masker. Ya, masker. Sudah lama sekali aku tidak memakai masker. Saat ini masker membuat wajahku seperti di lem. Lupakan masker. Aku sedang ingin untuk menyelesaikan pekerjaanku. Menulis sebuah tulisan tentang cafe yang menurutku sangat keren, Board Game Lounge . Di dalam sana, para pengunjung bisa menjadi manusia seutuhnya. Di dalam sana diajarkan menjadi manusia tanpa gadget dan bermain game bersama. Kemudian menghamburkan tawa. Konsep yang menarik. Seperti menemukan kebersamaan dan kebahagian. Aku teringat saat ini kita adalah manusia-manusia digital, tentu kita memiliki kecemasan-kecemasan digital. Saat ini kita semua, sebagai warga dunia cemas saat kita ketinggalan handphone, atau sang pacar tidak membalas pesan kita. Itu hanya contoh saja.  Teknologi telah memonopoli kehidupan kita. Itu tidak salah, menurutku. Saat ini banyak diantara kita, tidak harus bekerja dengan adanya tempat, adanya benda fisik, seperti manusia, meja...

PENCITRAAN DAN PERSEKONGKOLAN

1.33 PM. Aku hanya menatap layar telepon genggamku. Sesekali menyentuh dan menggeser layarnya. Aku mulai membuka akun media sosialku, melihat-lihat saja tanpa meninggalkan jejak. Aku sedang bosan, sedang malas. Aku sedikit bosan dengan apa yang dikatakan para perampok itu, mereka yang mencuri uang negara, uang pajak yang kita bayarkan. Aku juga sedikit kesal dengan wakil rakyat. Itu terjadi ketika mereka tak menyetujui proyek sampah sebesar Rp 53 Miliar. Pasalnya, menurut mereka proyek tersebut tidak lazim dan belum ada uang sebanyak itu digunakan untuk proyek sampah. Lalu, dua minggu kemudian mereka menyetujuinya. Mereka menjilat ucapan mereka sendiri. Aku menduga mereka ini sekongkol. Kita semua tahu, aku juga tahu ada sesuatu dibalik hal tersebut. Kita tak bisa menuduh, kita hanya bisa berburuk sangka, karena lita tal memiliki bukti. Dan Mereka pun tidak transparan. Mereka, Tidak pernah mereka mempublish apapun yang mereka lakukan kecuali foto-foto pencitraan. Satu lagi, Rabu lal...

Ketika Kita Mulai Lemah Karena Asap

Ini postingan kedua saya tentang kabut asap. Hampir sebulan kami masyarakat Riau menghirup partikel debu halus yang berbahaya. Bahkan kami lupa, bagaimana rasanya menghirup udara segar yang semestinya kami dapatkan. Hak kami menghirup udara segar direbut oleh negara yang sukanya sekongkol dengan pelaku pembakar hutan. Setiap hari kami mengeluh dengan tebalnya asap. Setiap hari kami menuliskan isi keluhan kami di media sosial. Tapi kabut asap tak juga hilang. Setiap hari ratusan hotspot terdeteksi satelit. Itu baru yang terdeteksi, mungkin masih banyak lagi yang tak terdeteksi. Setiap hari membaca berita, kami merasa marah. Tapi, mau marah yang bagaimana? Protes sudah dilakukan berbagai kalangan. Tapi asap tak kunjung pergi dari Riau. Bahkan kami sudah membawa Tuhan ke masalah ini. Kami berdoa menurut agama masing-masing. Umat Islam sholat Istiqo, umat kristiani berdoa di gereha, umat Budha berdoa di Vihara, Hindu di pura. Sekarang harapan kami cuma satu, Tuhan yang maha kuasa. Kami...

RASAKANLAH ASAP

Kualitas udara berbahaya di papan ISPU kota Pekanbaru. Sudah seminggu lebih kualitas udara Pekanbaru tidak sehat, bahkan sekarang berbahaya. Angka penderita ISPA sudah mencapai puluhan ribu, data terakhir dinas kesehatan Riau mengatakan sudah 12.262 warga Riau terkena Ispa, dan Pekanbaru menjadi penderita ISPA teratas, sejak 29 Juni hingga 6 September 2015 mencapai angka 2160. Mau kemana kita mengungsi? Mau kemana? Kalau yang punya duit biza keluar kota, kalau kere? Rasekan lah kalian warga Riau. Bahkan memyemprotkan parfum ke baju, sudah bau asap. Sudah dipadamkan, kemudian muncul lagi, dipadamkan muncul lagi. Semuanya rugi, yang tidak rugi pembakar lahan. Siapa yang di salahkan? Saya mengatakan banyak pihak. Saat ini memang banyak yang menyalahkan pemerintah, itu tidak salah, silahkan lanjutkan, buat sampai media asing memberitakan. Postinglah sepuasnya, kawan, tulis keluh kesahmu di media sosial dengan hastag #18TAHUNDENGANASAP . Karena sebagai warga kita berhak mendapatkan ud...

PALSU

Aku merasa hidupku terasa palsu sekarang. Aku menipu diri sendiri. Apa yang aku kerjakan adalah sesuatu yang takku sukai. Berbasa basi dengan orang lain, berpura-pura tidak terjadi apa-apa, merecoki negara (pemerintah), menerima telpon dari nomor yang tak dikenal, atau berpura-pura tertarik dengan suatu topik. Atau bertemu orang-orang yang bertopeng baik. Ada lagi obrolan yang sedikit "kasar" atau hal-hal yang kurang bagus sering aku dengarkan. Hal-hal yang tak lazim dibicarakan. Hampir setahun ini, aku menghabiskan waktu di luar rumah. Menulis disuatu tempat sampai malam. Dulunya aku tak seperti ini, aku hanya sesekali pergi ketempat ramai, itupun kalau diajak temanku, tapi sekarang, hampir setiap hari. Saat ini aku merasa dimanfaatkan beberapa orang, bukan drama. Ketika memberi yang baik, malah mendapatkan yang kekecewan. Padahal hidup harua seimbang, soalnya "kita sama-sama cari duit". Aku punya hasrat untuk keluar dari suasana seperti ini, tetapi aku ragu, ...

PIKNIK

Saat ini saya tidak tahu apa yang akan saya tulis. Terlalu banyak hal-hal yang saling bertabrakan dalam pikiran saya. Bahkan saya sulit untuk mengurainya satu persatu. Hal-hal tersebut seperti rantai makanan yang selalu berkesinambungan dalam hidup. Ah, sial. Sekarang John Lennon sedang mendendangkan Blackbird karya Si sang puitis Paul McCartney The Beatles . Lagunya seperti mengajak saya untuk semangat. Saya seperti diajak untuk mengambil hal positif ditengah situasi yang negatif.  The Beatles / Google.com Saat mendengarkan lagu ini, saya  seperti berada di dalam kereta, pergi mengasingkan diri ke suatu tempat. Sambil melihat pohon yang hijau, saya melamum, memikirkan hal ringan. Seperti yang saya lakukan tahun lalu, ke tempat teman baik saya dan pergi ke tempat tinggi, merasakan udara segar lalu buang kentut di sana. Atau dua tahun lalu, saat perjalanan ke Bogor, tapi ditengah jalan saya dibunuh ganasnya oleh kemacetan Jakarta. Saya ingat, ketika Adhitia ...

Ketika Menulis Puisi Sapardi

Bulan ini saya sempat menulis penggalan puisi populer karya Sapardi tentang hujan di bulan Juni . " Tak ada yang lebih tabah dari hujan di bulan Juni, tapi hujan di bulan Agustus juga tak kalah tabah..." Saat itu saya hanya menulis untuk lucu-lucuan saja. Dan ternyata saat ini saya merasakannya. Belum sampai seminggu. Almost everyday, i hear dirty words. Tumbuang, demon, pantek, stupid, etc.The first words ever directed to me, directly, saya masih ingat itu. Seriously, kata-kata itu tak terdengar baik untuk saya yang hidup dengan lurus-lurus saja, biasa-biasa saja. Semakin lama saya kehilangan semangat, semakin lama semakin malas. Saya sadar, It's real world. Saya sadar, saya punya kemampuan yang tak seberapa dalam semua hal. Saya juga sadar sering melakukan kesalahan. Tapi apa yang saya dengar diluar pikiran saya. Ya, memang. Kalau kata Mario Teguh , Hidup itu tak seperti yang kamu mau, katanya. Saya sadar tidak semua orang yang saya temui berperil...