Hari ke 12 di bulan April. Sekarang pukul 11.14 di jam handphone saya. Saya sedang tidak ingin berpikir tentang hal-hal yang berat dan yang tidak membuat saya bahagia.
Saya ingin bercerita tentang sesuatu yang bahagia. Salah satu hal yang membahagiakan di dunia ini adalah jatuh cinta. Kita, sebagai manusia normal memang wajib jatuh cinta, tanpa terkecuali. Walaupun banyak diantara kita yang memilih hidup melajang sepanjang hidupnya, saya yakin mereka juga pernah jatuh cinta, walaupun saya belum bertanya lansung.
Saya sempat berpikir seperti itu. Hidup tanpa pasangan, bekerja keras mengumpulkan pundi-pundi rupiah, membuka usaha, sukses, setelah itu berkebun atau melakukan perjalan.
Pikiran saya saat itu sempat diprotes oleh teman-teman saya. Tetapi waktu itu, hidup sendirian lebih menarik. Kita tidak diikat oleh yang namanya pernikahan, pacaran atau semacamnya, kita menjadi manusia bebas. Saat itu saya membaca buku dari seorang seoranh filsuf prancis, namanya saya lupa, ia mengaakan bahwa pernikahan adalah penindasan secara halus. Setelah menikah, istri diwajibkan untuk melayani suami, istri harus mendahulukan suami, istri harus selalu meminta izin suami dan semacamnya. Menurut saya ini memang penindasan secara halus, entah mengapa sampai sekarang saya berpikir bahwa itu hal yang tak adil. Seperti lagu yang pernah saya dengar, wanita dijajah pria sejak dulu, sejak dulu wanita dijajah pria...
Sekarang, saya masih berpikir untuk hidup sendirian hingga usia 30 tahun. Saya ingin memuaskan hasrat melajang saya dahulu, baru saya akan memikirkan hal-hal yang menjadi sunnah nabi di agama saya.
Tetapi, sekarang ada hal yang membahagiakan singgah ke hidup saya. Rasanya seperti hal konyol yang saya rasakan. Ah, biarlah virus merah jambu ini terus menerus menggerogoti perasaan saya entah sampai kapan.
Saya mulai melakukan hal bodoh setiap pagi, melihat hp dan kemudian menuliskan berbagai kalimat-kalimat manis, kemudian menghapusnya, menuliskan lagi, menghapus lagi. Ya, saya ingin pesan singkat yang tak seberapa itu dibaca begitu sempurna, berharap yang membacanya tersentuh sandi jiwanya.
Saya hanya berharap semesta mempertemukan kami, disengaja ataupun tidak di sengaja suatu saat nanti. Jika diizinkan, dapat bersinggungan. Amin.