Showing posts with label Rahasia kecil. Show all posts
Showing posts with label Rahasia kecil. Show all posts

Wednesday, November 13, 2024

Mencoba Menemukan Ketenangan di Tengah Riuhnya Kehidupan

Hidup itu seperti berada di atas papan selancar, terkadang ombaknya tenang, terkadang menggulung-gulung seperti monster raksasa. Dan jujur saja, dalam beberapa bulan terakhir, rasanya saya lebih sering terhempas ombak daripada berdiri gagah di atasnya. Cemas? Oh, cemas itu sudah seperti teman lama yang tak diundang datang setiap hari. Mood buruk? Rasanya seperti awan hitam yang terus menempel di kepala, bahkan saat cuaca cerah.

Bayangkan saja, saya, yang dulu penuh semangat menjalani hari-hari, tiba-tiba merasa kehilangan minat pada hal-hal yang biasa saya cintai. Olahraga? Sudah seperti cinta lama yang tak berbalas. Buku? Seakan huruf-huruf di dalamnya berubah menjadi semut-semut yang berlarian tanpa arah. Bahkan serial drama Korea yang biasanya menjadi sahabat setia saat malam datang, kini hanya menjadi tontonan latar belakang saat pikiran saya melayang entah ke mana.

Hidup saya, meskipun penuh potensi, kadang terasa seperti teka-teki tanpa petunjuk. Saya berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi harapan dan tantangan, meskipun terkadang tujuan akhirnya terasa kabur, seperti siluet yang samar di kejauhan. Ada momen-momen di mana usaha saya seolah terbang bersama angin, tak mendapat sorak sorai atau sekadar anggukan ringan yang menandakan pemahaman.

Di sisi lain, saya bertemu dengan sosok-sosok yang warna-warni—ada yang memberi energi positif, ada juga yang sepertinya memancing latihan kesabaran ekstra. Mereka ini, entah bagaimana, seperti karakter dalam film komedi satir yang membuat saya terkadang ingin tertawa, tetapi lebih sering menahan diri untuk tidak menghela napas panjang.

Namun, di tengah semua ini, satu hal yang menyadarkan saya: tidak semua awan hitam bertahan selamanya. Saya mulai mencari titik cerah di antara gumpalan kelabu itu. Menengok sejenak ke dalam diri, saya mulai mengingat mengapa saya memulai perjalanan ini, apa yang membuat saya bersemangat di awal, dan apa yang ingin saya capai.

Saya pun mulai menata langkah, sedikit demi sedikit, dengan hati-hati. Berbicara dengan diri sendiri dalam keheningan malam, memanjatkan doa dengan niat yang tulus, dan—meskipun awalnya terasa berat—mencoba mengembalikan hubungan dengan Sang Pencipta. Perlahan, perasaan tenang itu datang, seperti hangatnya sinar matahari setelah hujan deras.

Saya masih di sini, menapaki labirin ini, tetapi dengan cara yang berbeda. Bukan lagi sebagai seseorang yang tersesat, tetapi sebagai penjelajah yang tahu bahwa setiap jalan memiliki tujuannya, dan setiap tikungan bisa membawa pada kejutan yang tidak terduga. Perjalanan ini mengajarkan saya bahwa tidak apa-apa merasa lelah, tidak apa-apa merasa ingin menyerah sejenak, asalkan kita terus melangkah lagi esok harinya.

Jadi, kepada kamu yang mungkin merasakan hal serupa, ingatlah: setiap labirin memiliki jalan keluar, dan setiap awan kelabu akhirnya akan berpindah. Teruslah berjalan dengan keyakinan, karena setelah badai berlalu, langit cerah menanti di ujung sana.

Share:

Friday, October 18, 2024

Towards The Light

Pagi menjelang, dan alarm berbunyi dengan suara yang sama. Saya membuka mata, tetapi rasanya berat untuk bangkit dari tempat tidur. Setiap hari terasa seperti pengulangan yang sama, itu hanya sebuah tanda bahwa saya masih melanjutkan hidup.

Hari-hari berlalu, dan saya merasa terjebak dalam rutinitas yang tak kunjung berubah. Menjalani hari demi hari adalah pekerjaan yang berat, dan saya seperti penonton dalam film yang tidak berujung, menjalani momen yang itu-itu saja tanpa perkembangan. Ketidakpuasan ini membuat saya merasa kosong. Seperti banyak orang, saya berusaha menemukan cara untuk tumbuh, tetapi saat ini, satu-satunya ruang untuk berkembang adalah melalui kembali ke bangku sekolah—sebuah pelarian kecil dari kenyataan yang menyedihkan.

Dalam kesibukan itu, saya merindukan kehidupan yang lebih bermakna—kehidupan di mana saya berusaha untuk hidup sepenuhnya, bukan hanya bertahan. Saya bukannya tidak bahagia, tetapi aku juga tidak merasa bahagia. Saya teringat saat-saat ketika saya bisa berolahraga setiap hari, tertawa lepas tanpa beban, dan menjelajahi dunia dengan rasa ingin tahu. Namun, sekarang semua itu terasa jauh, seolah saya terasing di dunia yang sempit, melangkah sendirian dalam gelapnya rutinitas.

Konsep "manusia setengah salmon" mulai terlintas dalam pikiran saya, sebuah simbol bagi mereka yang berjuang melawan arus, tidak hanya mengikuti jalur yang telah ditentukan. Seperti salmon yang berusaha berenang melawan arus untuk mencapai tempat kelahiran mereka, saya pun merasa harus melakukan perubahan yang berarti dalam hidup saya. Terkadang, untuk berpindah ke tempat yang lebih baik, kita harus melawan ketidakpastian dan menghadapi tantangan.

Terkadang, saya merindukan tempat untuk berbagi, semacam pelabuhan aman di mana saya bisa membuka hati dan berbicara tentang apa yang saya rasakan. Namun, dunia ini terasa dingin dan tidak ramah, seolah saya terjebak dalam lautan kesepian tanpa ada yang bisa diandalkan. Bukannya saya tidak bersyukur; saya hanya merasa sedikit jauh dari Tuhan, tidak seperti biasanya. Rasa syukur itu ada, tetapi sulit untuk diungkapkan di tengah kekosongan ini. Hal buruk seharusnya datang dalam jumlah kecil, tetapi saya tahu saya harus menghentikan mereka sebelum semuanya semakin besar.

Setelah berjuang dengan semua perasaan ini, saya memutuskan untuk mencari bantuan. Saya menemui seorang profesional, dan dalam sesi-sesi itu, saya mendengar sebuah pesan yang mendalam: “Izinkan diri Anda untuk menyayangi diri sendiri.” Sebuah pengingat sederhana, tetapi sangat sulit untuk diterima saat hidup terasa berat. Saya ingin belajar untuk merawat diri saya dengan cara yang belum pernah saya lakukan sebelumnya.

Di tengah semua ini, tidur menjadi sebuah kemewahan yang langka. Saya sering terjaga di malam hari, terjebak dalam pikiran dan keraguan. Mencari ketenangan di tengah kebisingan pikiran menjadi tantangan tersendiri, dan saya tahu bahwa ada lebih banyak yang harus saya lakukan untuk menemukan kembali kebahagiaan. Meskipun saat ini saya berjalan sendirian, saya berharap bisa segera keluar dari lingkaran ini dan menemukan kembali diri saya yang hilang.

Share:

Thursday, June 20, 2024

Sudah Sebulan

 Sudah sebulan, tapi aku masih suka membaca history chat kita di handphone.

Sudah sebulan, barusan ibumu menelponku. Aku sudah lama sekali tidak bicara dengannya.

Ibumu memulai dengan

‘Kamu baik-baik aja?’

‘Baik, semua, baik,’ kataku.

‘Masa?’ tanya ibumu.

‘Iya,’ kataku.

"Kami semua kangen sama dia’ kata ibumu. "Kangen banget.’

"Sekarang dia udah punya hidup yang baru, kamu juga bisa memberikan hidup yang baru untuk diri kamu. Kamu bisa menolong dirimu sendiri.’

Aku ingat kalimat ibumu ini mirip dengan yang kamu ucapkan. Aku ingat kita berdua selesai menonton Avengers kedua kalinya, lalu kamu membuang plastik minum di tempat sampah. 

Lalu, masih terbawa action film tersebut, aku berkata kepadamu, ‘Kapan pun kamu dalam bahaya, aku pasti tolongin kamu.’ Kamu malah menjawab, ‘Coba aku mau tanya. Kalau misalnya kita keracunan nih, penawarnya cuma satu. Kamu mau kasih ke siapa obatnya?’

Aku jawab dengan yakin, ‘Ke kamu lah.’

Kamu malah tertawa. ‘Aku gak mau. Aku mau kamu menolong dirimu sendiri.’

‘Kenapa?’ tanyaku.

‘Karena aku sayang kamu,’ katamu, sambil tersenyum.

Share:

Wednesday, June 5, 2024

When God Takes You Back

 Almost one month.

I'm finally ready to talk about it.

Writing has always been a way of escape for me in the past, penning all of my dark thoughts so I could live in the light of day.

It was not what I thought I was getting a call for on a Sunday morning. Yet we only met a week ago. We talked. We hang out together. You left without a word.

At that time, mostly, I just felt numb. Physically, I was there, but I didn’t feel here mentally. I worked and I studied for my postgrad classes. But I was not okay. I didn’t know how to deal with grief. I didn’t know how I was supposed to feel. 

We were together for 17 years. We bonded over our love for talking, our similar music tastes, and our perfectionism. We would talk for hours about the most mundane things or serious life decisions. We were so alike that sometimes we would argue and get into spats, but we always made up.

I don’t know what to say to explain how much it hurts and confuses me that you left so easily. It’s hard for me to understand how you could just walk away without a word, without telling me why or saying goodbye. It feels like you threw me away like I didn’t matter, like I was nothing to you.

I have no idea how many nights I spent crying myself to sleep, how many days I struggled to sleep, how many moments I felt like I couldn't breathe because the pain was too much to bear. There were times when I was suddenly sad because I suddenly remembered you... us.

It’s hard to forget someone who gave us so much remember. That memory will always hurt.

Seperti Sheila on 7 bilang:

Sekeras apapun menangis, takkan mengubah yang telah terjadi. Kita harus melepaskan
Semua tempat jalan waktu bersama, setiap kata yang telah diucapkan, bagai warisan yang telah disiapkan, kita harus menjaganya

Selamat Jalan 

Now I am no longer sad, and I never expected to be able to write this quickly. It's not like losing my parents. We all indeed intend to continue living as usual, it's heavy, but we can slowly get through it. 

I know I have to move forward and keep living the life you would have wanted for me. I’ll keep your memory alive in my heart, in my stories, in the way I live my life. 

Sending love and prayers to my loved ones. I will always miss you, my dear. My prayers are always for you.


Share:

Sunday, April 14, 2024

Kuliah di LSPR Communication and Business Institute adalah Pilihan Fleksibel

​Saat ini, saya tengah menjalani perkuliahan pascasarjana di jurusan Magister Business and Communication Management. Awalnya, saya bermaksud untuk kuliah di jurusan Manajemen Bisnis di Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), atau Bina Nusantara (Binus). Namun, keterbatasan seperti jarak karena saya tidak tinggal di Jabodetabek dan belum adanya kemungkinan perkuliahan online di ketiga kampus tersebut membuat saya mencari alternatif yang lebih fleksibel. Akhirnya, pilihan jatuh pada LSPR Communication and Business Institute yang menawarkan metode blended learning. Menarik, bukan?

Di LSPR Communication and Business Institute, menawarkan metode blended learning. Pendekatan ini tidak hanya memungkinkan saya untuk belajar dari mana saja, tetapi juga memastikan bahwa saya tetap terhubung dengan dosen dan sesama mahasiswa.

Mengapa Pilihan Jatuh pada LSPR Communication and Business Institute?

Karena saya percaya bahwa manajemen bisnis dan komunikasi merupakan dua pilar utama dalam dunia bisnis modern.Dengan menggabungkan keduanya melalui program Magister Business and Communication Management, saya dapat mengasah keterampilan kepemimpinan dan komunikasi saya untuk sukses di lingkungan bisnis yang kompleks.

Program ini juga membuka berbagai kesempatan karir yang luas, mulai dari bidang Marketing, Corporate Communication, hingga Business Development. Dengan demikian, saya dapat membawa nilai tambah dalam pengambilan keputusan strategis dan mengkomunikasikan visi perusahaan dengan jelas.

Tantangan dan Dukungan

Tentu, menjalani perkuliahan sambil bekerja tidaklah mudah. Tantangan membagi waktu antara pekerjaan, belajar, dan menyelesaikan tugas adalah hal yang harus saya hadapi setiap hari. Namun, dengan tekad dan semangat yang kuat, saya percaya bahwa segala hal bisa diatasi.

Saya sangat beruntung memiliki dukungan dari teman-teman seangkatan dan keluarga. Dukungan ini memberikan motivasi tambahan bagi saya untuk terus melangkah maju, terutama karena saya adalah generasi pertama yang melanjutkan ke jenjang pendidikan magister.

Harapan Saya

Dengan impian dan tekad yang kuat, saya berharap tahun 2025 nanti bisa berjalan di atas panggung wisuda dengan menggunakan toga dan bergelar MA. Semua perjuangan dan pengorbanan akan terbayar lunas ketika saya melihat diri saya sendiri sukses dalam karir dan kehidupan. Amiin.

Share:

Sunday, October 22, 2023

Ketika Duduk di Depan Jendela

Di sudut yang sepi di Starbucks, hari itu aku duduk seorang diri. Hanya aku, gelas Green Tea Latte yang menghiasi meja, dan ketenangan malam.

Sebelumnya, aku telah menjelajahi dua mal dalam upaya mencari buku yang tak kunjung ditemukan. Saat akhirnya sampai di sini, yang kupanggil sebagai 'mall tempat orang selingkuh.' Namun, tidak bisa disangkal bahwa dalam sepi, ada ketenangan. 😄

Duduk selalu di meja yang sama, menghadap keluar jendela, aku membiarkan mataku melihat mobil-mobil yang berlalu begitu cepat. Pikiranku yang kerap kali berkecamuk kini menjadi damai. Mungkin memang begitulah adanya, aku seringkali datang ke sini, sendirian.

Saat aroma Green Tea Latte pertama kali menyentuh hidung dan rasa hangatnya melalui bibirku, pikiranku mulai melayang. Tahun ini, rasa syukur yang besar tumbuh di hatiku. Ada banyak kebaikan yang datang dalam hidupku di tahun 2023 ini. Saya belajar untuk tidak hanya fokus pada sisi negatifnya.

Saya merasa beruntung. Dan itulah pelajaran yang saya dapat. Bersama sahabat karib, kami selalu mengingatkan satu sama lain untuk bersyukur. Saya, sebagai manusia yang kadang terlalu banyak mengeluh, terlalu banyak meminta, yang pada akhirnya membuat diri saya sendiri stres.

Sekarang, ketika saya merasa seperti itu, saya mencoba untuk beralih pikiran. Mengambil hikmah dari situasi apa pun yang sedang saya alami, mencari hal-hal positif di setiap sudut kehidupan. Tidak berarti saya menutup mata pada kenyataan, saya hanya mencoba untuk melihat sisi baik dalam segala hal. Memang sulit, namun selalu ada cara untuk menjadi lebih baik.

Share:

Monday, October 9, 2023

Mengapa Saya Resign?

 Saya pindah ke Pekanbaru, Riau tepat tiga bulan lalu. Pekanbaru cukup beda dengan Pangkalan Kerinci, kota tempat saya berkarir selama kurang lebih tujuh tahun. Bisa dibilang, tidak terlalu banyak perbedaan antara kedua kota ini, hanya dari fasilitas saja. Jadi bagaimana saya bisa kembali ke haribaan tanah kelahiran saya?

April 2023, 7 bulan lalu, saya dihubungi oleh HRD sebuah rumah sakit swasta di Pekanbaru. Betul, RS Awal Bros Group melalui linkedin. Isinya, apakah saya sedang open opportunity. Setelah mengalami karier “prestisius” saya di APRIL Group (part of RGE Group) selama tujuh tahun sejauh ini, dan dikelilingi oleh rekan-rekan kerja dari berbagai negara, suku, agama dan latar belakang, fasilitas yang bagus, serta banyak benefit baik lainnya, saya mencoba untuk menerima tawaran tersebut. Walaupun penuh resiko secara pribadi dan professional, pada May 2023, saya pun menyetujui untuk bergabung pada bulan July 2023. Hati saya penuh harapan, siap untuk merangkul perubahan mendalam dalam diri, rutinitas stabil saya sebelumnya.

Semua tujuan yang saya tetapkan untuk diri saya sendiri selama berkarir pada satu tujuan utama: menghadirkan lebih banyak tujuan dan pengalaman dalam hidup saya.

Yup. Seringkali alam semesta berjalan dengan cara yang tak terduga, ia cenderung memberikan peluang dan pengalaman yang mungkin tidak pernah kita duga sebelumnya. Pasti kita semua pernah mengalami moment ketika kita melihat ke belakang dan menyadari semua itu memiliki makna besar dalam hidup. Hidup kita ini, punya cara untuk menghubungkan segala sesuatu dan mengungkapkan kebijaksanaan.

Bahkan, sebelum saya di APRIL Group, alam semesta dengan tegas membimbing saya, menuju langkah besar. Pada akhirnya, ada dua alasan saya mengambil langkah ini: pertumbuhan, kebanggaan, dan peluang.

Jadi, Ketika saya berpikir untuk pindah, saya merasa bahwa saya telah sampai pada momen menentukan karakter dalam hidup saya. Seberapa pentingnya bagi saya untuk berada di tempat yang sama? Dan apa yang akan saya lakukan untuk membuat itu terjadi?

Keluarga, sahabat dan teman dekat saya selalu mensupport saya untuk membuka sayap yang lebar karena itu bukan hanya karena kesenangan, tetapi juga pengalaman yang memperluas wawasan dan membangun karakter. Saya juga ingin mengalami pertumbuhan pribadi seperti itu. Walaupun, sangat berat meninggalkan “rumah” saya sebelumnya, saya harus pindah. Memang terasa pilu melepaskan, tapi mengejar tujuan adalah langkah yang tak terelakkan. Setiap perpisahan membuka pintu pada babak baru yang penuh potensi dan peluang. Keraguan tak menghentikan langkah, dan harusnya tak ada kata penyelasan.




To all of SAHABAT RAPP,
Thank you for being my eyes when I couldn’t see, being my hand when I couldn’t touch, being my feet when I couldn’t walk, and being my ears when I couldn’t hear.

Bakalan kangen hari-hariku di sana. #riyaberolahraga #riyabermusik

Sampai jumpa di kesempatan lain semuanyaa.

Beli sekrup di Toko Hokkie
Rere Left The Group

Share:

Friday, March 17, 2023

Pindah Kamar Baru: Petualangan Lucu Mencari 'Space' di Antara 6 Kardus dan Fakir Wifi!

Hampir satu bulan saya pindah ke kamar baru. Ruanganya tidak terlalu besar, cukup untuk sendiri dan barang-barang saya (sebenarnya tidak, karena ada 6 kardus dikirim ke rumah, karena barangnya tidak digunakan). FYI, perusahaan tempat saya bekerja memang menyediakan fasilitas seperti mess untuk karyawannya. Sangat nyaman, karena semuanya ada dan gratis. Awalnya saya hanya membawa 1 koper baju hehehe.

Kamar sebelumnya sangat nyaman, sharing dengan roommate, luas dan wifinya nyampe. Jika dibandingkan dengan kamar saya sekarang, kamar single, tidak terlalu luas, wifinya tidak nyampe (Sekarang jadi fakir wifi), beberapa minggu ini saya bangunnya telat tidak seperti biasanya, tapi saya cukup happy di sini, lebih berasa me time, overthinking, bermain musik, mungkin ada rencana saya akan bikin konten.

Sebenarnya, udah lama pengen pindah ke kamar single, cuma saya selalu overthinking:
  1. "Apakah nanti barang-barang saya muat?"
  2. "Apakah saya akan nyaman nantinya di kamar baru?"
  3. "Apakah nanti roomate saya tersinggung ketika saya pindah kamar, padahal kan tidak ada konflik?"
Pertanyaan-pertanyaan itu ternyata terlalu lama dipikiran saya, keraguan-keraguan dari pertanyaan itu tidak membuat pindah-pindah, padahal ingin. Yup, memang, saya penuh dengan pertimbangan. 

Kemudian tibalah e-mail dari Housing HRD saya yang berisi relokasi kamar. Saya tanpa basa-basi langsung dengan senang membalas email dengan "Kapan saya bisa pindah?" tanpa pikir panjang. 

Saya memberitahu roomate jika saya ingin pindah. Dan ternyata diluar prediksi BMKG, roomate saya fine-fine saja (mungkin dalam hati, akhirnya aku sendiriaaaan, hahah candaaa). Point nomor 3 hanya ada di dalam pikiran.

Saat packing pun saya dilanda demam dan flu berat, tapi tetap semangat karena akan pindah ke kamar yang baru. Satu per satu barang-barang dimasukkan ke dalam kotak, menemukan-menemukan barang sentimetal di masa lalu. Terutama tiket bioskop, sampe saya menghitung sudah berapa kali kita nonton film, tiket-tiket nonton IBL, hal-hal kecil tersebut banyak menyimpan kenangan dan kadang, saya simpan walau sudah tak lagi bersamanya. Halaaah

Proses pindah ini cukup melelahkan raga, saya akhirnya tahu, saya punya apa saja di kamar. Terlalu banyak, dan memutuskan untuk mensortir apa yang saya butuhkan saja karena di kamar baru space nya amat sangat terbatas, mungkin 2x lebih kecil dari kamar saya sebelumnya. 

Pindahan dibantu oleh 3 orang yang sangat mau direpotin, sobat olahraga, roomate dan kepala divisi transportasi di kantor, alias driver kantor. Dan akhirnya setelah 3 hari, bisa tidur di kamar baru. 

Ternyata tidak seburuk apa yang saya pikirkan. Nyaman-nyaman saja. Pertanyaan-pertanyaan sebelumnya tidak terbukti. 

Jadi, kalau dipikir-pikir, saya pindah hanya butuh suasana baru, lebih privasi dan pertanyaan-pertanyaan apa yang ada dikepala sudah ada jawabannya.

Saya jadi belajar banyak hal dalam hal perpindahan ini:
  1. Pertanyaan yang belum ada jawabannya terkadang ditemukan ketika mencobanya
  2. Jangan kebanyakan pertimbangan, kelamaan, jadinya gak kemana-mana
  3. Saya jadi banyak melakukan hal yang bermanfaat, menulis, bermain musik, dan hal-hal positif lainnya.
Semoga vibes ini masih terus berlanjut sampi saya menjadi manusia setengah salmon ya. hehehe

*menarik juga dibikin dokumenter tentang perpindahan ya. Nantilah kalau kamarnya udah jadi kayak di pinterest-pinterest


Share:

Sunday, November 20, 2022

Vindest Jalan Keluar Kecemasan Finansial

Beberapa bulan belakang, otak saya penuh dengan bagaimana menambah income. hahahah.

Kekhawatiran akan masa depan finansial berseliweran di kepala. Melihat tabungan yang ternyata tidak sebanyak saat pandemi membuat saya sering gusar. Padahal tidak membeli apa-apa. Kok bisa ya.

rasanya menabung tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. Meskipun, tidak ada kebutuhan tambahan, tidak ada hutang, ya paling menyenangkan kakak dan keponakan sesekali.

SSaya pikir dan kemudian cari-cari info ternyata saat harga BBM naik, semua komoditi juga naik. Ya apa boleh buat, dunia memang seperti itu. Mungkin inilah yang membuat saya gusar. Ditambah, tanpa sengaja mengkonsumsi content yang menceritakan tentang ketakutan akan finansial. Gak nyari juga, tapi nongol aja gitu. Thx you lho algorithma.

Kegusaran itu berada di otak saya sampai tidak membuat tenang. Kemudian, saya mencari jalan keluar dengan menonton hal-hal yang lucu dan tidak terlalu berat. 

Saya menonton video-video Vindest yang belum saya tonton.





Mereka berdua ini telah saya tonton sejak masih kanak-kanak sampai sekarang. Menurut saya mereka icon antimainstream. Gak melulu mengikuti trend, tapi bekerja dengan niat dan bisa melihat pasar. Gabungan antara passion, niat dan marketing yang oke. Bisa dilihat dari #TibaTibaTenis minggu lalu yang riabuan orang nonton di youtube dan penuh di Istora Senayan.

Acara gak menyuguhi sensasi, tapi pure hiburan dan dihiasi dengan informasi. Keren.

Pengen banyak nulis tentang ini tapi sudah jam 10 malam. Saya harus landing di kasur karena sedang memperbaiki jam tidur yang kian hari tak menentu.

Share:

Friday, July 15, 2022

10 Hal yang Dipikirkan Saat Bertambah Usia

Kemarin saya ulang tahun.

Artinya, saya bergeser dari target market tertentu, HAHAHA. 

Dulu sama seperti teman-teman seusia saya, mengejar kesuksesan, finansial freedom, berlomba-lomba ingin pindah-pindah kerja. Hustle life begitu diagungkan sampai saya menyadari jika hal itu tidak baik untuk saya atau saya belum siap untuk hal itu. 

Ternyata, bertambahnya usia, ada hal-hal lain yang saya rasakan dan lebih saya perhatikan:

1. Hasrat untuk merayakan hari ulang tahun tidak terlalu menggebu-gebu.

Saya tidak menunggu kejutan atau kue ulang tahun. Tapi saya sangat berterima kasih sekali effort dan perhatian dari teman-teman saya yang setiap tahun memberikan kejutan, kue ulang tahun dan menjadi berkat untuk kita semua. Makan kue bersama dan tertawa bersama.

2. Mikirin hidup udah ngapain aja

Ulang tahun kali ini, malah berpikir apa saja hal-hal yang sudah dicapai. Ternyata masih banyak rencana dan mimpi yang belum ada resultnya.

Kalau mikirin itu, jadi stress sendiri. Akhirnya saya tulis, saya pilah mana yang bisa dicapai dalam waktu dekat dan bagaimana  mencapai hal tersebut. Semoga gak jadi outstanding pas nambah umur lagi.

3. Sudah tidak ada keinginan untuk seragam dengan banyak orang.

Rasa aman tidak ditentukan hal-hal di luar diri saya. Tak apa menjadi tak sama dengan siapa pun di dunia ini. 

Saya mulai mencoba berhenti mengeluhkan hal-hal yang sama setiap hari. Bergosip terutama, karena lelah mendengarkan yang kurang bermanfaat, apalagi yang itu-itu saja.

4. Idealisme berkurang

Secara tidak sadar, idealisme berkurang seiring bertambahnya usia. Karena memang  sudah bukan waktunya atau bukan masanya lagi berpikiran seperti itu. 

5. Lebih aware sama kesehatan

Saya sering berolahraga. Awalnya karena stress, kemudian mencari kegiatan baru yang menyenangkan. Dan berbadminton dan basketan dengan #riyaberolaraga. Selain itu, memilah apa yang saya makan. Mengurangi gorengan, minum dan makanan manis, perbanyak makan buah. Namun, saya masih sangat struggle dengan masalah tidur.

6. Karir dan bisnis untuk masa depan.

Saya mulai bekerja setelah lulus kuliah di usia 22 tahun. Saya pun sudah merayakan ulang tahun di tempat kerja selama 7 tahun. Saya telah tiga kali berganti posisi di bidang yang sama. Dan ternyata, saya banyak belajar hal-hal baru.Yang penting bekerja dengan baik dan jangan pernah puas.

Dan kalau dulu saya ingin mendapatkan pengakuan layaknya anak muda lainnya, sekarang saya sadar, legacy itu lebih penting. Maka saya mulai memikirkan ingin berkontribusi dalam hal apa saja. 

Saat ini saya mulai 'menanam pohon'. Mungkin di awal akan sangat struggle, tetapi ke depannya semoga mudah. 

Kenapa saya mulai 'menanam pohon?' 

Saya terinspirasi dengan seseorang yang menanam pohon dimana buahnya bisa dinikmati keluarga dan orang sekitar, termasuk saya. Semoga apa yang saya tanam sekarang, bisa dinikmati keluarga dan orang sekitar. Ternyata saya pernah nulis gini di twitter:


7. Kondisi mental yang baik
Selalu berdoa ketika bertambah usia jangan menjadi bocah dewasa. Jangan jadi tua yang menyebalkan. Saya ingin menjadi orang-orang yang jiwa muda, tenang, sabar dalam menghadapi apapun. Lebih sering beribadah dan melakukan meditasi (walaupun sering dipakai untuk tidur).

Selain itu, juga mulai berhenti untuk mengomentari kehidupan orang lain, terutama di media sosial. Misalnya, ketika saya mulai mengomentari sesuatu yang membuat energi habis, akan saya hide atau tidak melihat konten itu.

8. Menjadi minimalis

Mencoba menjadi minimalis sejak 3 tahun belakang. Tidak terlalu sering membeli barang untuk hal-hal yang tidak dibutuhkan. Seperti pakaian dan jam tangan. Membeli pakaian ketika memang perlu dan pakaian lama sudah tidak nyaman dipakai. Tidak butuh brand apa yang penting nyaman dan enak dipakai.

9. Menjadi pemaaf

Ternyata, selama ini saya menjadi orang pendendam. Bikin hidup tak tenang dan seperti "kok ya hidup hanya seputar itu-itu aja". Akhirnya saya mencoba memaafkan diri sendiri, memaafkan orang lain. Melepaskan apa yang sebenarnya tidak untuk saya, mengikhlaskan hal-hal yang bukan untuk saya. Sampai sekarang masih belajar menjadi pribadi yang pemaaf. Belajar itu emang sulit.

10. Menikah

Banyak juga orang yang berpikir saya tidak akan menikah. Ada juga yang selalu menyuruh saya menikah. Ya terserah sih, saya gak ambil pusing. Keinginan untuk menikah itu ada. Namun, saya tidak mau terburu-buru dan menyesal memilih pasangan hidup. 

Jujur, saya sangat menikmati jalan-jalan sendirian, nonton sendirian, makan sendirian. Kamu kesepian ya? hahaha KESEPIAN IS MIND TRAP.

Namun, saya juga tidak menutup diri untuk bersama-sama dengan orang lain. Tapi juga tidak mau terburu-buru seperti "Nikah karena umur, jadinya panik".

Ternyata setelah menulis ini semua, masih seputar untuk diri sendiri. Mungkin karena ini saya belum menikah. hehehehe.

 


Share:

Tuesday, June 28, 2022

Feel Blessed Met Popor Sapsiree

Tulisan ini merupakan lanjutan dari postingan Story of Comeback Stronger.

Ada sebuah keinginan tahun lalu, yaitu menonton turnamen badminton secara langsung di Bali. Namun, apalah daya, waktu itu masih lockdown, dan memang turnamentnya tidak ada penonton dikarenakan masih pandemi. Jadi, nonton virtual saja dan berdoa semoga tahun 2022 bisa menonton langsung.

Tahun 2022, ada informasi bahwa Indonesia Master 2022 dan Indonesia Open 2022 bakal dibuka untuk penonton namun terbatas. Mendengar informasi itu, saya pun senang karena keinginan menonton secara langsung bakal jadi kenyataan. Saya pun tidak mau ketinggalan informasi untuk ini. Setiap hari lihat update informasi mengenai penjualan tiket di Istora Senayan. 

Saya memutuskan untuk membeli tiket Indonesia Master 2022. Saat tiket online dibuka, saya memutuskan untuk beli tiket quarterfinal dulu, nanti saja beli on the spot untuk semifinal dan final, jadi lihat situasi. Biasanya, Popor Sapsiree dan Hendra Setiawan lolos ke babak ini. 

Membeli tiket seperti melakukan rebutan kelas pas kuliah dulu, karena siapa cepat dia dapat. Dan akhirnya saya bersyukur dapat tiket quarterfinal. Saya pun mengajukan cuti untuk menonton idola saya. Lalu, pesan tiket pesawat, dan booking hotel di dekat GBK supaya bisa jalan kaki ke Istora Senayan.

Beberapa hari sebelumnya berangkat, perasaan saya agak beda. Ada sesuatu hal yang ganjal, tapi tidak tahu apa. 

H-1 quarterfinal, saat itu, saya nonton sambil istirahat siang. Ternyata Popor kalah, Hendra Setiawan juga kalah. HHHHMMMM. Walaupun begitu, saya tetap pergi. Siapa tahu bisa bertemu langsung idola, Kalau kata Haruki Murakami dalam Novel Norwegian Wood, aku ingin bertemu denganmu dan berbicara panjang. Tidak ketemu tidak apa-apa, mau ngerasain euforia EA EA EA. Nothing to lose saja.

Hari keberangkatan pun tiba, saya terbang menuju Jakarta dengan sakit perut. Sampai di hotel saya mules dan kemudian menghubungi teman saya untuk menemani makan dan mencari obat.

Tak disangka, saya bertemu Popor!!!

POPOR !!!!! 

Kemudian dengan gaya sok cool, tapi senang sekali dalam hati, saya menyapa dan minta izin untuk foto bareng. Dan rasanya, saya pun tak bisa mengungapkannya. Tak bisa ditulis lewat kata-kata. 

Esoknya saya bertemu lagi di lift dan mengobrol sebentar. Nah, singkat cerita Popor kembali ke lantai kamar saya untuk mengambil suatu barang. Namun, barangnya belum sampai. Dan akhirnya dia menunggu sambil ngobrol-ngobrol. 

"Ngobrol, dikasih gift sama idola, foto dan video rasanya aku bakalan gak tidur semalaman" tapi ternyata tidur juga hahahha.


Sampai sekarang, saya pun tidak bisa mengungkapkan bagaimana rasanya bertemu dan berbicara dengan idola saya yang satu ini. 

Amazing June 2022. One of my dream come true. Met my favorite badminton player after so many years of being a big fan since I was little and feel blessed to have talked to her.

She is really humble person and really kind. Unfortunately, I haven't been able to watch her in the final. It’s okay, I will watch you in another game.

Always support you no matter what. You’ll never walk alone. GO FIGHT WIN!

Let’s pick up a more shining sun, Champ!

See you next year and see you in PARIS 2024😉

Share:

Friday, June 17, 2022

Story of Comeback Stronger

Tulisan ini saya tulis ketika tahun lalu, ketika saya dalam kondisi tidak benar-benar baik. Hanya saja, saya belum berani untuk mempublish di blog saya. Sekarang kenapa? Entah, mungkin saya menyadari ada hal-hal baik yang mesti dibagikan.

Here we go:

Menghadapi masa-masa sulit dalam hidup bisa menjadi tantangan yang mempengaruhi semangat dan minat kita terhadap aktivitas sehari-hari. Dalam pengalaman pribadi saya, saya ingin berbagi cerita tentang perjalanan saya menghadapi masa sulit dan menemukan inspirasi melalui olahraga badminton. Melalui pengalaman ini, saya menyadari pentingnya mencari kegiatan yang dapat mendistraksi pikiran negatif dan memberikan inspirasi baru. Dalam artikel ini, saya akan berbagi pengalaman saya dan bagaimana badminton telah membantu saya mengatasi tantangan dalam hidup.

Hal ini sudah saya rasakan sejak 2020. Setelah saya mengikuti ujian masuk Magister UI, saya kembali, kemudian lockdown, dan juga dilanda patah hati. Hidup seperti biasa tanpa ada keinginan ini dan itu. Tidak banyak hal yang saya lakukan saat itu, hanya bekerja, makan, menonton film dan tidur. Hal-hal tersebut yang saya ulangi. Beruntung saat itu tidak terlalu berpengaruh dengan pekerjaan saya. Saya masih bisa bekerja dengan baik, bahkan masih tidak takut dinas ke China saat covid-19 lagi gila-gilanya di sana.

And next year, this was the first time that I felt these uncomfortable thoughts. I was really disappointed. I've tried my best, but the results are not good. And with an unreasonable reason. Memang, hidup tidak adil sih, tapi why me? Berminggu-minggu saya memikirkan why, why and why. But telling people about it was showing weakness. I just kept it inside.

Ada seseorang yang mengatakan “Saya kira kamu bakal down setelah itu,”. Benar, diluar mungkin saya terlihat biasa saja, tidak terjadi apa-apa. Tapi ketika mendengar kalimat itu, saya benar-benar merasa stress, dan saat itu sedang emotional roller coaster. Itulah alasan saya untuk tidak bercerita kepada orang lain, karena kita yang mengalami, mereka tidak benar-benar tahu, ketika kita bercerita, mereka tidak benar-benar tahu apa yang kita rasakan. Ya sudah, telan saja.
 
Pernah suatu malam, saya duduk, saya diam sebentar dan tidak sadar melihat jam sudah pukul 1.15 pagi.

“Oh man, so late,”.

And all of sudden, like, out of nowhere, just, BOOM!”.

“Oh no”.

This is the first time that this has happened in my life. Just the whole weight of stress came flooding in. And next day, I didn’t remember anything of the rest of my life activity, which is mind-blowing. I feel I was just another zone on another planet.

Pada saat itu, all wanna do is just curl up in a dark room, and, like, just not to see the world. But, saya masih sadar hidup tidak boleh seperti itu. Saya pun berusaha mencari formula bagaimana keluar dari masa-masa buruk ini.

Saya berusaha untuk mencari di google bagaimana mengatasi ini untuk diri sendiri dulu tanpa bantuan orang lain. Karena saya masih dalam kondisi lockdown, jadi belum bisa pergi kemana-mana.

Saya mencoba menonton youtube how to deal with it, how to beat it. Akhirnya, I did some meditation, mencoba hal-hal yang menyenangkan hati saya dulu untuk mendistract hal-hal negative dalam pikiran, kebetulan pada saat itu, ada olimpiade Tokyo dan saya tidak pernah melewatkan untuk menonton olimpiade ini, terutama badminton. Entah mengapa, saya selalu suka dengan badminton walaupun saya dulu bermain basket. Saya jarang melewati pertandingan badminton, terutama menonton idola saya sejak masa kecil, Super Lin Dan, Taufik Hidayat, Tony Gunawan, Hendra Setiawan, Lilyana Natsir, Greysia Polii, dan Sapsiree Taerattanachai. Beberapa dari mereka sudah pensiun dan saat itu yang bisa saya tonton hanya Greysia Polii dan Sapsiree alias Popor.

Saya tahu perjalanan mereka berdua sampai sekarang, Greysia bertukar-tukar pasangan, didiskualifikasi dari olimpiade London, cedera, partnernya cedera dan lainnya. Popor yang masih muda bisa juara Youth Olympic Games di Singapura, main semua cabang, single, women double dan mix double. Bagaimana ia berpasangan dengan Maneepong Jongjit, bagaimana dia ngetwit sekitar tahun 2011-2013, dan dia cedera pada 2017 saat Sea Games di Malaysia.

Saya kepikiran hal-hal itu. Kok bisa ya mereka masih bisa terus menjalani profesi sebagai atlet dengan baik walaupun dilanda berbagai macam ‘Gempa Bumi’ dalam hidup mereka? I was inspired by their story of how they was comeback and play really really well. Greysia Polii bisa jadi juara olimpiade, dan Popor bisa back to back juara di awal tahun 2021.

And saya tergerak untuk mencoba hal baru, bermain badminton. Saya belum pernah bermain badminton di lapangan badminton dan belum pernah punya raket sendiri. Akhirnya, I bought racket and played 3 times a week.

Dan sejak itu, saya merasa pikiran saya makin baik. Sementara saya masih bisa menemukan cara agar bisa waras saat ini. Semoga tidak perlu penanganan khusus. Mungkin saat ini saya sedang bertumbuh dewasa.

Thx to Greysia and Popor. Mungkin bagi orang-orang ini hal kecil, tapi bagi saya sangat berarti. Secara tidak langsung saya diarahkan Tuhan ke arah ini. Jika saya tidak pernah menonton Olimpiade, saya tidak akan ingat bagaimana mereka menjalani profesi ini. Saya jadi ingat 2015 dan 2018 nonton mereka langsung. Hanya saja saya bukan tipe yang mengabadikan moment, jadinya ya sudah, moment itu dalam pikiran saja, mungkin next harus ya. Semoga bisa menonton langsung. Semoga Covid segera selesai. Dan OPEN BORDEEEEERRRRR.

Ameen.


Dan akhirnya tahun ini border kembali dibuka. 2 tahun pandemi seperti cukup lama. Up and down dan sekarang secara perlahan kembali ke kehidupan sedia kala walaupun di beberapa sisi ada yang berubah.

Share:

Saturday, April 16, 2022

2 Years Long Enough, Our Life is Back

Akhirnya aku bisa kembali ke haribaan my hometown.

Baru sadar, dalam 3 bulan, aku mondar mandir Jakarta-Bali-Semarang-Pangkalan Kerinci-Jakarta dan  akhirnya aku kembali ke pelukan kasur di rumahku.

Ini long weekend, biasanya aku akan stay di Jakarta, menikmati kota Jakarta dengan segala isi dan pergaulannya. Tapi kali ini aku ingin kembali ke rumah, menikmati hal-hal yang tidak bisa aku dapatkan di Jakarta.

2 tahun sudah pandemi, setelah melalui berbagai PPKM, multiple lockdowns, puluhan swab PCR, kehidupan yang sangat dinamis saat pandemi, dengan tiga vaksin. Perlahan aku merasakan kehidupanku akan normal kembali seperti sedia kala.

I'm grateful for this.

Bersyukur masih bisa berkumpul bersama keluarga di bulan yang penuh suci. Berdiskusi tentang masa depan, keluarga dan pasangan.

Bersyukur bisa bertemu dan bercengkrama dengan teman seperjalanan. Teman belasan tahunku. Ia sudah berubah haluan sebagai vegetarian, suka yoga dan meditasi. Mungkin sebentar lagi ia akan berubah menjadi Reza Gunawan atau Adjie Santoso. Bagiku menarik sekali. Melihat perubahan sebuah kehidupan. 

Beberapa memori masa kecil seperti skip di pikiranku. Kadang aku ngerasa terlalu banyak hal hilang dalam perjalanan kita dari kecil hingga dewasa.

Pertemuan ini seperti bukanlah kebetulan, tetapi dirancang secara diam-diam. masing-masing dari kita punya garis kehidupan yang telah digambarkan. Dan masing-masing dari kita, kalau diizinkan akan saling bersinggungan. 

Intinya, long weekend ini seperti refleksi diri untuk mensyukuri apa yang sudah didapatkan selama pandemi.

Semoga terus bisa merasakan nikmat syukur dari Yang Punya Hidup.


Berburu cerita Dumbledoree


Share:

Thursday, March 3, 2022

Mengambil Makna Hidup dari Lagu Diri - Tulus

Hari ini kau berdamai dengan dirimu sendiri

Kau maafkan semua salahmu ampuni dirimu

Hari ini ajaklah lagi dirimu bicara mesra

Berjujurlah pada dirimu kau bisa percaya

Maafkan semua yang lalu

Ampuni hati kecilmu

Luka-luka hilanglah luka

Biar tentram yang berkuasa

Kau terlalu berharga untuk luka

Katakan pada dirimu

Semua baik-baik saja

Bisikanlah

Terima kasih pada diri sendiri

Hebat dia terus menjagamu dan sayangimu

Suarakan bilangg padanyajangan paksakan apapun

Suarakan ingatkan terus aku makna cukup

Luka-luka hilanglah luka

Biar senyum jadi senjata

Kau terlalu berharga untuk luka

Katakan pada dirimu

Semua baik-baik saja

Bila lelah menepilah

Atur napasmu

Lirik diatas adalah lirik dari Lagu Diri dari Tulus.

Saya hari ini baru saja mendengarkan lagu Diri dari Tulus dari album Manusia ketika saya bekerja di Nyepi ini, Memang benar-benar Nyepi di kamar sendirian.

Ketika mendengarkan lagu ini, sebentar saya terhentak, maknanya dalam sekali. Sebagai manusia, kita sering bermurah hati untuk memaafkan orang lain, namun terkadang kita keras pada diri sendiri. Memaafkan berarti sudah ikhlas dan berdamai terhadap sesuatu.

Biasanya kita sering merasa tidak adil, merasa tersakiti atau pun terluka. Hati sangat sakit setiap kali mengingatnya.

Salah satunya obat adaah berdamai. Berdamai dengan diri sendiri. Lepaskan semua beban, tidak perlu menyalahkan diri atas apa yang terjadi. Semua itu terjadi karena memang harus terjadi. Kita hanya perlu mengambil pelajaran dari masalah itu, tidak perlu mengambil bebannya.

Dunia memang sekeras itu, tapi kita harus lebih tangguh. Kita berani menghadapi dunia karena berdamai dengan diri sendiri.

Tim Tulus memang sangat pintar dalam membaca pasar. Tren mental health yang kerap dibicarakan oleh orang banyak, ditangkap oleh Tim Tulus untuk mengeluarkan album manusia. 

Tapi dari semua itu, lewat lagu ini kita seperti diajak untuk memaafkan diri kita sendiri, memaafkan diri agar luka dalam diri kita hilang dan mengajak kita untuk terus bersyukur dalam hidup.

Merenungi hidup 


Share:

Tuesday, October 26, 2021

Mindset of Being A Writer From Raditya Dika

Kemarin saya mendengarkan podcast Raditya Dika tentang menjadi seorang penulis. Raditya Dika adalah salah satu idola saya dalam hal menulis. Ketika saya masih SMP, saya SD, saya membaca blognya http://kambingjantan.com dan ketika saya SMA, saya menonton filmnya Kambing Jantan. Sebagai introverted introvert ketika itu, saya memang lebih suka menyampaikan sesuatu hal melalui tulisan atau chatting. Saya pun membuat blog di tahun 2009 dan sampai sekarang masih suka menulis. Mungkin bisa dibilang, karena menulis saya bisa bekerja di perusahaan sekarang, walaupun saya tidak pernah sekolah komunikasi atau pun kursus menulis.

Okay, we are back to his podcast. Menurut Raditya Dika, menulis itu adalah bahan baku dari banyak sekali hal yang bisa kita lakukan. Jika kita ingin menjadi Youtuber, akan lebih  mudah ide-ide konten tersebut ditulis. Dalam film pun, skenario juga harus ditulis. Jadi bisa dibilang menulis itu adalah fondasi utama dari karya kreatif.

Menulis itu bukan untuk kita keliatan keren.

Menulis itu bukan untuk kita kaya.

Menulis itu bukan untuk kita terkenal.

Celakanya, semakin kita berharap soal uangnya, maka semakin kita jauh dari uang. Kita akan menbak-nebak bagaimana menjadi laku, bagaimana cara bikinnya menjadi laku. Menebak-nebak selera pasar itu berbahaya. Ia menyarankan agar seseorang yang ingin menjadi penulis untuk menghindari pretensi itu, ingin kaya dan ingin terkenal.

Menulislah karena kamu punya kegelisahan yang ingin kamu sampaikan. Pada dasarnya, menulis itu adalah salah satu cara kita mengungkapkan sesuatu di hati kita yang ingin orang lain dengarkan. Misalnya, tulislah sebuah argument, orang lain sering melewatkan itu. 

Kenapa penting sekali untuk membuat argument? Karena dengan adanya argument, kita peduli dengan naskahnya. Karena juga tak sabar melihat orang lain memahami argumentasi kita.

Berbicara soal mood. Banyak yang mengatakan bahwa menulis mengikuti mood. Itu salah. Mood itu harus dijemput. Ide itu juga bukan untuk kita menanti kapan wangsit tiba, tapi sama dengan mood, ide itu juga harus dijemput.

Caranya dengann memikirkan tentang kejujuran yang pengen disampaikan dalam sebuah argument. Bagaimana mengembangkannya, bagaimana membuatnya menjadi menarik. Jadi, jangan menunggu mood. 

Kesimpulannya:

1. Menulis itu bukan buat kaya dan terkenal, tapi menyampaikan argumentasi untuk orang lain tahu

2. Jangan menunggu mood dan ide, karena semua itu harus dicari dan dijemput

3. Harus banyak baca dan mengkonsumsi cerita di sekitar, tapi dengan pendekatan intelektual. Tapi harus dibedah alur ceritanya. Kenapa gue mau tonton filmnya, apa argumennya, kenapa karakternya menarik, kenapa mau menonton sampai habis. Karena cara terbaik belajar menulis adalah dengan mempelajari tulisan orang lain seperti buku dan film. 

So, ada banyak cara dan jalan untuk kita belajar selama kita mau. 

Share:

Monday, May 10, 2021

Kenapa Kita Harus Jadi Social Media Ambassador di Perusahaan?

Dua tahun belakang, saya mendapatkan tantangan baru bergabung dengan tim Digital Media APRIL, tempat saya bekerja. Namun, pekerjaan sebelumnya sebagai External Communication tetap saya jalankan secara bersamaan.

Bergabung di tim digital media merupakan hal yang menarik untuk di kulik. Saya yang dulu tergabung dalam Social Media Ambassador sekarang menjadi bagian dari tim yang mengelola social media perusahaan. Kok ya perlu perusahaan menggunakan karyawan sebagai Ambassador? Kan bisa membayar para influencer untuk mengkampanyekan perusahaan? Kok karyawan mau sih jadi Ambassador?

Awalnya saya bahkan tidak mengetahui untuk apa sih tugas sebagai Ambassador perusahaan. Posting di social media mengenai perusahaan di akun pribadi apa tidak kehilangan followers? Mengkampanyekan program perusahaan di akun pribadi karyawan apakah mereka efektif untuk membantu branding perusahaan?

Dari yang saya lihat, ternyata menjadikan karyawan sebagai Ambassador perusahaan tidaklah sulit. Saat ini orang-orang menggunakan smartphone, hampir sebagian dari kita menggunakan social media. Social media adalah bagian yang tak terpisahkan oleh kehidupan kita saat ini. Sebut saja Facebook, Twitter, Instagram, TikTok bisa dibilang banyak digunakan masyarakat. Orang-orang akan tertarik dengan apa yang orang lain posting, kehidupan pribadi, pencapaian, dan hal-hal yang menyedihan.

Nah balik lagi mengapa perusahaan memilih karyawan sebagai Social Media Ambassador mereka?  

Selain menaikkan personal branding mereka, para netizen yang budiman ternyata trust people more than they trust companies. It’s that simple. Karyawan menjadi media paling efektif sebagai channel komunikasi perusahaan kepada pihak eksternal. Juga, karyawan akan dengan ikhlas untuk mengkampanyekan pesan-pesan, nilai-nilai yang dianut oleh perusahaan, karena mereka adalah bagian dari penting dari perusahaan. Selama 8 jam lebih, mereka menghabiskan waktu untuk belajar, berkarir dan mencari nafkah di perusahaan tersebut.

Social Media Ambassador APRIL bersama Iman Usman

Karyawan juga dapat meningkatkan company branding perusahaan dengan membantu meng-amplify postingan terkait perusahaan di akun pribadi mereka sehingga membuat relasi antara perusahaan, karyawan dan orang eksternal yang melihat.

Dengan karyawan menjadi Social Media Ambassador, reputasi perusahaan dapat menjadi lebih baik di mata para masyarakat. Masyarakat juga mengetahui apa saja promo, program dan kehidupan di perusahaan tersebut. Dan itu mereka berikan secara sukarela tanpa ragu-ragu.

Ternyata, saya gak kehilangan followers, tapi malah bertambah !

Yuk jadi Social Media Ambassador perusahaan.

 

Share:

Tuesday, April 20, 2021

Jadi Orang Baik

Kita adalah orang baik.

Sebuah paradox.

Terkadang, orang yang merasa baik adalah orang yang paling sering menyakiti orang lain. Tapi orang yang nyadar, dia bisa berlaku jahat ke orang lain, dia akan berbuat baik kepada orang.

Kalimat yang menyatakan bahwa kita harus berbuat baik kepada orang, karena nantinya orang tersebut akan membalas berbuat baik kepada kita. Terdengar semacam take and give.

Kalau di pikir-pikir, sebagai manusia, harusnya kita berbuat baik kepada orang bukan karena ingin diperlakukan baik, tetapi kita melakukan perbuatan baik itu karena itulah yang benar.

Tapi...

Kita tetap saja sebagai manusia ada aja yang gak sukanya sama orang. Kadang mereka membuat kita sedih, kadang mereka membuat kita kecewa, kadang mereka membuat kita marah.

Kalau dipikir-pikir ya, itu adalah yang diluar ekspektasi kita. Kita terlalu berharap orang lain itu berperilaku sesuai dengan yang kita harapkan. Tentu gak bisa dong.



Share:

Saturday, April 3, 2021

Self-Healing dan Kurangi Perasaan Negatif

Sedikit ringan.

Itulah yang saya rasakan beberapa waktu belakangan. Semenjak saya memilih jeda dari rutinitas kerja yang setahun tiada henti, saya akhirnya pulang ke rumah sejenak. Saat itu saya benar-benar dalam keadaan demotivasi dan tidak ada keinginan melakukan apa pun selain kerja, nonton film, tidur atau makan. Rasanya seperti sakit hati, marah, kecewa, sedih. Mungkin kebiasaan ini dianggap malas, tetapi pada saat itu saya benar-benar kehilangan daya dan energi untuk melakukan sesuatu. Andai saja energi itu bisa di refill seperti teh ocha di Sushi Tei, mungkin saya bisa setiap hari me-refill nya, tapi sayangnya tidak.

Waktu itu saya hanya berkata dalam hati "Time will heal". Tapi faktanya adalah waktu gak bisa menyembuhkan. 

Pada saat melarikan diri itu, saya benar-benar berpikir, kok bisa? Kenapa hal ini tidak bisa pindah dari diri saya? Kenapa saya tidak bisa pindah? Lalu banyak pertanyaan muncul dalam kepala yang bikin pusing mencari jawabannya, sampai ngerasa kok hidup begini sih? Apa yang salah sih? Saya sadar saat itu saya benar-benar dalam kondisi tidak baik-baik saja.

Seorang berkata :

"Mungkin harus maafin orang-orang yang berada di masa lalu, supaya hidup ke depan terasa ringan, Atau memaafkan diri sendiri dan jangan terlalu keras dengan diri sendiri,"

Kalimat itu sontak membuat saya berpikir. Apa benar saya belum memaafkan orang-orang yang pernah menyinggung saya? Bahkan saya benar-benar tidak sadar itu terjadi.

Sambil memandang ke luar jendela, saya begitu banyak berpikir tentang apa yang saya rasakan. Flashback terhadap hal-hal yang membuat saya sedih. Ternyata, selama ini saya membuang energi terhadap orang-orang yang dulu pernah mungkin secara tidak sengaja menyakiti, entah saya yang terlalu take something personally. Saya sadar kalau hal itu yang membuat saya stress, mungkin aja pikiran seperti itu membuat kolesterol saya naik terus. Haahaha

Mikir keras sampai sembelit

Singkat cerita kemudian saya memilih untuk mengikuti meditasi, melatih pernapasan, menulis apa yang saya rasakan, ya semacam self healing gitu. Saya melakukan meditasi setiap hari, bangun tidur dan sebelum tidur. Kadang-kadang suka skip juga sih. 

Dari sana, dampak lainnya, saya pun ingin menghilangkan perasaan-perasaan negatif dalam diri saya. Mulai dari belajar melihat sisi yang positif dari berbagai hal, lebih banyak bersyukur sama yang udah dipunya dan mulai berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Mengurangi mengeluh terhadap sesuatu, kalau pun secara tidak sengaja keluar dari mulut saya, saya langsung mencoba"Udah-udah gak usah, stop, stop,". Saya cuma mau kurang-kurangin mengeluh.

Dari sana, perlahan saya mulai paham bahaya mengeluh. Apalagi ngeluh ke orang lain. Karena bisa aja mereka yang tadinya bersemangat, bisa banget ter-influence untuk jadi malas. Saya sadar betapa bahayanya orang-orang yang mentalnya ngeluh mulu.

Sekarang?

Sampai sekarang saya mencobanya, walaupun masih belum sepenuhnya. Tapi saya mulai membuka blog dan menulis tulisan yang rada serius. Dibalik semua itu, saya mulai paham, bukan waktu yang menjadi obat bagi luka kita, tetapi kemampuan diri kita untuk menyembuhkanlah yang menjadi obat yang paling penting dalam menyembuhkan kesakitan kita.

Yuk bisa yuk

Share:

Thursday, December 10, 2020

It's Not About Me

Beberapa hari yang lalu, saya menonton TED x dimana sang speaker, seorang wasit bernama Frederik Imbo membahas bagaimana menjadi orang yang tidak baper alias bawa perasaan. Saya tertarik dengan pembahasan tersebut supaya saya bisa menjadi orang yang don't take things personally. Apapun.

Sulit?

Tentu saja. 

Dalam video tersebut, ia mengatakan bahwa  kita harus santai saja. Jangan terlalu anggap serius perkataan orang, just relax. Mengapa kita harus mengambil hati dari perkataan orang lain kepada kita, mungkin sesuatu yang kurang enak, tapi kenapa kita harus jadi baper?

Jika saya merasa sakit hati, tersinggung, merasa dikhianati oleh orang lain, itu hal yang membuat jiwa kita lelah. Kita bisa overthinking di setiap perkataan orang. Dan itu, menguras energi. Energi itu yang harusnya kita gunakan untuk hal yang lebih penting. 

Bukankah itu jauh lebih mudah?

Strategi yang harus diterapkan adalah dengan berpikir bahwa sesuatu tersebut bukan tentang diri kita. It's not about us, it's not about me. Perkataan orang lain terhadap kita, itu bukan tentang kita. Katakan dalam hati, ini bukan tentang saya. Mungkin mereka saja yang kurang berpikir atau tidak cukup bisa untuk berpikir jernih sebelum berbicara.

Orang mungkin akan terus mengejek, menyindir, meremehkan, mengkritik, mengabaikan kita. Mereka dapat menghancurkan dengan kata-kata. Tapi ingat, apapun yang mereka lakukan atau katakan, Saya harus menjaga value sebagai manusia. 

Belajar itu sulit, siapa suruh belajar?

Share:

Monday, November 30, 2020

Be A Minimalist

Minimalism : A Documentary About The Important Things.

Film dokumenter yang menceritakan tentang gaya hidup minimalis. Film yang dirilis pada tahun 2015 silam ini memaparkan dasar-dasar dan manfaat dari gaya hidup minimalis. Film ini menjelaskan bawa gaya hidup minimalis adalah mengkomsumsi hal-hal yang wajib dan bernilai dalam hidup kita, membeli barang-barang yang benar-benar kita butuhkan. Intinya, kita hanya mengkomsumsi hal-hal yang bernilai dalam kehidupan kita. 


Film yang dirilis tahun 2015 ini sudah saya tonton beberapa kali karena saya tertarik untuk menerapkan hidup minimalis tersebut. Akhirnya, hampir 1,5 tahun saya menerapkan hidup minimalis. Sulit? Tentu saja.

Dulu sekali, saya banyak membeli barang-barang yang tidak saya butuhkan. Tapi, sekarang mulai berangsur-angsur meninggalkan kebiasaan tersebut. Bahkan, sudah 1 tahun lebih saya tidak membeli pakaian. Karena saya mulai berpikir untuk memakai barang yang masih bagus dan tidak menumpuk barang di kamar. Saya juga sudah membagikan baju-baju saya yang tidak terpakai kepada orang-orang. Jadi sekarang, saya hanya memakai baju yang memang saya butuh dan saya pakai sehari-hari.

Saat akan membeli barang, saya sekarang mikirnya berbulan-bulan. Misalnya sepeda. Kemarin semangat menggebu-gebu untuk membeli sedang berapi-api. Tapi, saya berpikir kembali "Kepake gak ini barang? nanti jangan-jangan jadi pajangan aja,". Akhirnya saya pun tidak jadi membelinya. Karena menurut saya nantinya barang itu tidak berfungsi dengan baik untuk saya. Kalau mau olahraga pun biasanya saya jalan kaki sore-sore di kompleks atau bermain basket.

Dalam berbelanja, sepertinya rasa menggebu-gebu ingin membeli itu ada pada saat kita sedang hunting barangnya, tapi saat barangnya sampai di depan mata kita malah jadi biasa aja, Bener gak sih?

Mungkin dengan gaya hidup minimalis kita bisa menemukan kebahagiaan-kebahagiaan kecil dalam hidup. 
Share: