Skip to main content

Towards The Light

Pagi menjelang, dan alarm berbunyi dengan suara yang sama. Saya membuka mata, tetapi rasanya berat untuk bangkit dari tempat tidur. Setiap hari terasa seperti pengulangan yang sama, itu hanya sebuah tanda bahwa saya masih melanjutkan hidup.

Hari-hari berlalu, dan saya merasa terjebak dalam rutinitas yang tak kunjung berubah. Menjalani hari demi hari adalah pekerjaan yang berat, dan saya seperti penonton dalam film yang tidak berujung, menjalani momen yang itu-itu saja tanpa perkembangan. Ketidakpuasan ini membuat saya merasa kosong. Seperti banyak orang, saya berusaha menemukan cara untuk tumbuh, tetapi saat ini, satu-satunya ruang untuk berkembang adalah melalui kembali ke bangku sekolah—sebuah pelarian kecil dari kenyataan yang menyedihkan.

Dalam kesibukan itu, saya merindukan kehidupan yang lebih bermakna—kehidupan di mana saya berusaha untuk hidup sepenuhnya, bukan hanya bertahan. Saya bukannya tidak bahagia, tetapi aku juga tidak merasa bahagia. Saya teringat saat-saat ketika saya bisa berolahraga setiap hari, tertawa lepas tanpa beban, dan menjelajahi dunia dengan rasa ingin tahu. Namun, sekarang semua itu terasa jauh, seolah saya terasing di dunia yang sempit, melangkah sendirian dalam gelapnya rutinitas.

Konsep "manusia setengah salmon" mulai terlintas dalam pikiran saya, sebuah simbol bagi mereka yang berjuang melawan arus, tidak hanya mengikuti jalur yang telah ditentukan. Seperti salmon yang berusaha berenang melawan arus untuk mencapai tempat kelahiran mereka, saya pun merasa harus melakukan perubahan yang berarti dalam hidup saya. Terkadang, untuk berpindah ke tempat yang lebih baik, kita harus melawan ketidakpastian dan menghadapi tantangan.

Terkadang, saya merindukan tempat untuk berbagi, semacam pelabuhan aman di mana saya bisa membuka hati dan berbicara tentang apa yang saya rasakan. Namun, dunia ini terasa dingin dan tidak ramah, seolah saya terjebak dalam lautan kesepian tanpa ada yang bisa diandalkan. Bukannya saya tidak bersyukur; saya hanya merasa sedikit jauh dari Tuhan, tidak seperti biasanya. Rasa syukur itu ada, tetapi sulit untuk diungkapkan di tengah kekosongan ini. Hal buruk seharusnya datang dalam jumlah kecil, tetapi saya tahu saya harus menghentikan mereka sebelum semuanya semakin besar.

Setelah berjuang dengan semua perasaan ini, saya memutuskan untuk mencari bantuan. Saya menemui seorang profesional, dan dalam sesi-sesi itu, saya mendengar sebuah pesan yang mendalam: “Izinkan diri Anda untuk menyayangi diri sendiri.” Sebuah pengingat sederhana, tetapi sangat sulit untuk diterima saat hidup terasa berat. Saya ingin belajar untuk merawat diri saya dengan cara yang belum pernah saya lakukan sebelumnya.

Di tengah semua ini, tidur menjadi sebuah kemewahan yang langka. Saya sering terjaga di malam hari, terjebak dalam pikiran dan keraguan. Mencari ketenangan di tengah kebisingan pikiran menjadi tantangan tersendiri, dan saya tahu bahwa ada lebih banyak yang harus saya lakukan untuk menemukan kembali kebahagiaan. Meskipun saat ini saya berjalan sendirian, saya berharap bisa segera keluar dari lingkaran ini dan menemukan kembali diri saya yang hilang.

Comments

Popular posts from this blog

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Mencoba Menemukan Ketenangan di Tengah Riuhnya Kehidupan

Hidup itu seperti berada di atas papan selancar, terkadang ombaknya tenang, terkadang menggulung-gulung seperti monster raksasa. Dan jujur saja, dalam beberapa bulan terakhir, rasanya saya lebih sering terhempas ombak daripada berdiri gagah di atasnya. Cemas? Oh, cemas itu sudah seperti teman lama yang tak diundang datang setiap hari. Mood buruk? Rasanya seperti awan hitam yang terus menempel di kepala, bahkan saat cuaca cerah. Bayangkan saja, saya, yang dulu penuh semangat menjalani hari-hari, tiba-tiba merasa kehilangan minat pada hal-hal yang biasa saya cintai. Olahraga? Sudah seperti cinta lama yang tak berbalas. Buku? Seakan huruf-huruf di dalamnya berubah menjadi semut-semut yang berlarian tanpa arah. Bahkan serial drama Korea yang biasanya menjadi sahabat setia saat malam datang, kini hanya menjadi tontonan latar belakang saat pikiran saya melayang entah ke mana. Hidup saya, meskipun penuh potensi, kadang terasa seperti teka-teki tanpa petunjuk. Saya berusaha sebaik mungkin untu...