Skip to main content

I LOVE MONDAY AND ALONG THE WEEK

Besok sudah Senin lagi, kerja lagi. Padahal tidak jarang Sabtu-Minggu juga kerja. Tapi, entah kenapa feel hari Senin itu beda . Hari ini pun saya mencoba untuk mencari formula agar tidak malas menyambut Senin. Saya bangun siang, saya makan enak, saya baca buku, baca berita Xi Jinping dikudeta, konser Westlife, keributan akibat gula di Es Teh Indonesia dan meditasi untuk mengatasi overthinking dan kecemasan.

Jadi gimana? Sedikit okelah rasanya. Hehehe

Kemudian saya berpikir, kenapa sih orang banyak membenci hari Senin? Apa karena hukum Newton 3? Semua benda akan bergerak jika mendapakatkan gaya gesek. Jadi semua usaha yang baru dimulai akan lebih berat, semua yang berhenti lalu mulai lagi juga akan lebih berat.

Benar juga ya. Senin-Jumat bekerja terus tanpa ada istirahat, terus weekend istirahat, eh Seninnya mulai lagi.

Jadi gimana dong mengurangi efek I Hate Monday ini?
Sepengalaman saya, walaupun seringkali memikirkan hari Senin yang berat, saya berpikir apa nih, seminggu ini kerjaannya? mau ngapain nih seminggu ini? Weekend ini mau kemana. Jadi saya berusaha untuk menetapkan tujuannya apa. 

Semoga terus istiqomah dengan jalan ini walaupun sulit.

Mengutip IG The Woke Salary Man, STAY WOKE, SALARYMAN!


Senyuman menyambut hari Senin




Comments

Popular posts from this blog

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Mencoba Menemukan Ketenangan di Tengah Riuhnya Kehidupan

Hidup itu seperti berada di atas papan selancar, terkadang ombaknya tenang, terkadang menggulung-gulung seperti monster raksasa. Dan jujur saja, dalam beberapa bulan terakhir, rasanya saya lebih sering terhempas ombak daripada berdiri gagah di atasnya. Cemas? Oh, cemas itu sudah seperti teman lama yang tak diundang datang setiap hari. Mood buruk? Rasanya seperti awan hitam yang terus menempel di kepala, bahkan saat cuaca cerah. Bayangkan saja, saya, yang dulu penuh semangat menjalani hari-hari, tiba-tiba merasa kehilangan minat pada hal-hal yang biasa saya cintai. Olahraga? Sudah seperti cinta lama yang tak berbalas. Buku? Seakan huruf-huruf di dalamnya berubah menjadi semut-semut yang berlarian tanpa arah. Bahkan serial drama Korea yang biasanya menjadi sahabat setia saat malam datang, kini hanya menjadi tontonan latar belakang saat pikiran saya melayang entah ke mana. Hidup saya, meskipun penuh potensi, kadang terasa seperti teka-teki tanpa petunjuk. Saya berusaha sebaik mungkin untu...

Towards The Light

Pagi menjelang, dan alarm berbunyi dengan suara yang sama. Saya membuka mata, tetapi rasanya berat untuk bangkit dari tempat tidur. Setiap hari terasa seperti pengulangan yang sama, itu hanya sebuah tanda bahwa saya masih melanjutkan hidup. Hari-hari berlalu, dan saya merasa terjebak dalam rutinitas yang tak kunjung berubah. Menjalani hari demi hari adalah pekerjaan yang berat, dan saya seperti penonton dalam film yang tidak berujung, menjalani momen yang itu-itu saja tanpa perkembangan. Ketidakpuasan ini membuat saya merasa kosong. Seperti banyak orang, saya berusaha menemukan cara untuk tumbuh, tetapi saat ini, satu-satunya ruang untuk berkembang adalah melalui kembali ke bangku sekolah—sebuah pelarian kecil dari kenyataan yang menyedihkan. Dalam kesibukan itu, saya merindukan kehidupan yang lebih bermakna—kehidupan di mana saya berusaha untuk hidup sepenuhnya, bukan hanya bertahan. Saya bukannya tidak bahagia, tetapi aku juga tidak merasa bahagia. Saya teringat saat-saat ketika saya...