Skip to main content

Half A Year in 2020

Udah bulan Juli 2020 aja.
Gila ya. Udah setengah tahun berlalu nih kehidupan di tahun 2020. 
Ngapain aja di 2020?
Ya, tetap menjadi budak korporat dengan gaji Alhamdulillah pas-pasan, pas-pas bisa makan, pas-pas bisa beli skin care murah, pas-pasan bisa beli tiket Air Asia ke Malaysia, pas-pas bisa ikut ibadah qurban setiap tahun. Alhamdulillah. Konon, kata Ustad, orang yang sering bersyukur InsyaAllah rezekinya akan bertambah, Amiin.

Terus ngapain aja di tahun 2020?
Ya banyak. Some I can't say. Ya menikmati kelas online. Selama Karantina setelah dari China kemarin, saya ikut kursus The Fundamental of Digital Marketing dari Google, Alhamdulillah sudah lulus dan dapat sertifikatnya. Ini kursus gratis. Rekan-rekan terkasih bisa coba di Google Digital Garage.


Selain itu, saya juga ikutan kelas-kelas online seperti Politik dan Sosial, sebagai bentuk kerinduan saya dengan kuliah dan membahas teori-teori berat. 

Jujur, saya rindu kuliah, rindu belajar dan diskusi dengan orang yang berkecimpung di dunia akademis. Saya merasa ilmu sosial itu berkembang, apalagi sekarang, banyak yang bisa dikulik seiring berkembangnya zaman. 

Saya punya niat dan keinginan kuliah master yang besar, bukan karena ikut-ikutan teman-teman saya yang kuliah S2, tapi jujur, saya tidak ingin jadi pikun. Jadi, sekarang saya berusaha untuk terus belajar darimana saja. Kemarin terakhir saya ikutan kelas online Brand & Marketing. Sebagai public relation dan punya jobdesk media konvensional dan digital, harus mengerti yang mana Brand dan Marketing serta tata caranya. Maklum, saya lulusan sosiologi dan nyemplung di dunia PR sedikit gamang dengan istilah-istilah komunikasi yang berseliweran dikepala saya seperti nyamuk magrib.

Sejak tahun lalu, saya pun mulai rajin belajar bahasa Inggris bersama mentor bahasa Inggris saya, Austin, tapi karena ia menolak menjadi budak korporat, dia pun memilih resign. Sekarang saya masih mencoba belajar dari internet, mendengarkan Ted, nonton Late-late Show With James Corden. Yap, susaaaah sekali untuk belajar bahasa Inggris. Harusnya saya les private bahasa Inggris ya dulu, bukan les matematika hahahaha.

Saya harus bisa dan pasti bisa.

Beberapa kampus idaman saya ya UI dan ITB, tapi kalau dikasih lebih sama Tuhan, saya mau kuliah di Nottingham di Inggris, Adelaide di Australia, dan NTU di Singapore. 3 itu aja deh, udah cukup.

Jadi? Kamu hanya pengen kuliah aja?
Tentu saja tidak. Saya pun ingin berkarir lebih baik di tempat yang baik pula. Ingin punya banyak pengalaman dan menjadi ahli di bidang public relation, baik secara teori dan praktiknya.  Saya pun ingin jadi leader, bukan bos suatu saat nanti. 

Waduh, seperti wawancara kerja dan beasiswa. Hahaha soalnya kebanyakan wawancara, tapi belum ada offering yang cocok *eiiiits hahaha canda.

Cukup deh nyampahnya, udah mahrib.



Comments

Popular posts from this blog

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Mencoba Menemukan Ketenangan di Tengah Riuhnya Kehidupan

Hidup itu seperti berada di atas papan selancar, terkadang ombaknya tenang, terkadang menggulung-gulung seperti monster raksasa. Dan jujur saja, dalam beberapa bulan terakhir, rasanya saya lebih sering terhempas ombak daripada berdiri gagah di atasnya. Cemas? Oh, cemas itu sudah seperti teman lama yang tak diundang datang setiap hari. Mood buruk? Rasanya seperti awan hitam yang terus menempel di kepala, bahkan saat cuaca cerah. Bayangkan saja, saya, yang dulu penuh semangat menjalani hari-hari, tiba-tiba merasa kehilangan minat pada hal-hal yang biasa saya cintai. Olahraga? Sudah seperti cinta lama yang tak berbalas. Buku? Seakan huruf-huruf di dalamnya berubah menjadi semut-semut yang berlarian tanpa arah. Bahkan serial drama Korea yang biasanya menjadi sahabat setia saat malam datang, kini hanya menjadi tontonan latar belakang saat pikiran saya melayang entah ke mana. Hidup saya, meskipun penuh potensi, kadang terasa seperti teka-teki tanpa petunjuk. Saya berusaha sebaik mungkin untu...

Towards The Light

Pagi menjelang, dan alarm berbunyi dengan suara yang sama. Saya membuka mata, tetapi rasanya berat untuk bangkit dari tempat tidur. Setiap hari terasa seperti pengulangan yang sama, itu hanya sebuah tanda bahwa saya masih melanjutkan hidup. Hari-hari berlalu, dan saya merasa terjebak dalam rutinitas yang tak kunjung berubah. Menjalani hari demi hari adalah pekerjaan yang berat, dan saya seperti penonton dalam film yang tidak berujung, menjalani momen yang itu-itu saja tanpa perkembangan. Ketidakpuasan ini membuat saya merasa kosong. Seperti banyak orang, saya berusaha menemukan cara untuk tumbuh, tetapi saat ini, satu-satunya ruang untuk berkembang adalah melalui kembali ke bangku sekolah—sebuah pelarian kecil dari kenyataan yang menyedihkan. Dalam kesibukan itu, saya merindukan kehidupan yang lebih bermakna—kehidupan di mana saya berusaha untuk hidup sepenuhnya, bukan hanya bertahan. Saya bukannya tidak bahagia, tetapi aku juga tidak merasa bahagia. Saya teringat saat-saat ketika saya...