Skip to main content

Ketika Kamu Merasa Menjadi Nothing

Oke.
Untuk kesekian kalinya, saya merasa menjadi nothing. Apa yang saya kerjakan tidak bernilai dan tidak dihargai. Ide saya seringkali tidak diterima. Bahkan ide dan pekerjaan saya sering diclaim oleh orang lain. Padahal saya bertanggung jawab dengan pekerjaan. Bukan karena itu permintaan bos atau ada bos, saya baru terlihat sibuk bekerja. Saya mengerjakan pekerjaan yang bahkan itu bukan di jobdesk. Pekerjaan orang yang dilimpahkan ke saya. 

Saya tidak mengerti tentang konsep 'mendelegasikan' pekerjaan dengan malas mengerjakan suatu pekerjaan kemudian pekerjaan itu dilimpahkan ke orang lain. Dan tidak jarang, orang yang melimpahkan pekerjaan mendapat apresiasi dan saya tidak.

Atau saya hanya orang bodoh, pesuruh bodoh yang mau mengerjakan pekerjaan itu yang dimulai dengan kata tolong.

Ah, itu mungkin perasaan saya saja.

Jadi, apa karena itu saya harus menyerah?  Tidak. Saya tidak ingin menyerah, saya tidak ingin menjadi orang yang lemah. Banyak orang diluar sana mungkin mengatakan apa yang saya jalani enak. Banyak orang di luar sana mungkin menginginkan pekerjaan saya. 

Saya harus bersyukur dengan apa yang telah saya dapatkan. Be grateful. Mungkin sekarang menjadi nothing. Bisa saja, nantinya tidak. Hidup berputar seperti roda.

Saya mulai berpikir pekerjaan yang saya lakukan, tidaklah sia-sia. Apa yang saya kerjakan, mungkin tidak ada nilainya di mata orang lain, tapi saya pasti belajar hal yang baru tanpa disadari. 

Perasaan-perasaan negatif ini jangan membuat saya menyerah begitu saja. Jujur, saya ingin menyerah. Tapi, saya berpikir lagi, jika saya menyerah, apa yang saya lakukan sebelumnya menjadi sia-sia.

For myself,  dont give up. Menjadi something memang harus ditempa tanpa jeda. Harus sabar tiada akhir. Hilangkan perasaan dan pikiran negatif. Terus belajar banyak hal. Terus melatih percaya diri. Do the best!!! Mengutip lirik lagu Tulus, yang terburuk kelak bisa jadi yang terbaik. 

*Awalnya ingin menulis apa yang membuat saya merasa menjadi nothing. Tapi lama-kelamaan menjadi tulisan seperti ini. Memang menulis salah satu bentuk terapi keluar dari perasaan negatif. 

Comments

Popular posts from this blog

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Pursue My Dream

Hari ini, saya menulis postingan pertama saya di tahun 2024. Akhir-akhir ini, saya merasakan sering kali malas untuk menulis, baik di blog maupun di catatan saya. Itu mungkin bisa disebut sebagai fase-fase malas. Ironisnya, saya sering merasakan kecemasan dan kekhawatiran yang tidak terlalu penting, tetapi mengganggu pikiran saya. Saat ini, saya duduk sendirian di sebuah tempat dengan laptop di depan saya. Awalnya, saya hanya berniat untuk bekerja dan mencari tahu tentang kisi-kisi ujian masuk S2. Ada beberapa tugas yang tertunda hari ini yang ingin saya selesaikan. Saya menikmati kesendirian ini, tanpa gangguan dari orang lain. Selain itu, saya ingin menyegarkan kembali pengetahuan saya untuk persiapan ujian masuk S2 besok. Karena ujian ini dilaksanakan secara online, saya sedang mencari informasi tentang bagaimana ujian tersebut akan berlangsung. Sebelumnya, saya sudah pernah mengikuti ujian S2 pada tahun 2020 di Universitas Indonesia, tetapi saya gagal karena kurangnya persiapan. Se...

Towards The Light

Pagi menjelang, dan alarm berbunyi dengan suara yang sama. Saya membuka mata, tetapi rasanya berat untuk bangkit dari tempat tidur. Setiap hari terasa seperti pengulangan yang sama, itu hanya sebuah tanda bahwa saya masih melanjutkan hidup. Hari-hari berlalu, dan saya merasa terjebak dalam rutinitas yang tak kunjung berubah. Menjalani hari demi hari adalah pekerjaan yang berat, dan saya seperti penonton dalam film yang tidak berujung, menjalani momen yang itu-itu saja tanpa perkembangan. Ketidakpuasan ini membuat saya merasa kosong. Seperti banyak orang, saya berusaha menemukan cara untuk tumbuh, tetapi saat ini, satu-satunya ruang untuk berkembang adalah melalui kembali ke bangku sekolah—sebuah pelarian kecil dari kenyataan yang menyedihkan. Dalam kesibukan itu, saya merindukan kehidupan yang lebih bermakna—kehidupan di mana saya berusaha untuk hidup sepenuhnya, bukan hanya bertahan. Saya bukannya tidak bahagia, tetapi aku juga tidak merasa bahagia. Saya teringat saat-saat ketika saya...