Skip to main content

Sukanto Tanoto Bisa, Saya Juga Harus Bisa

Rahmadi dan Rektor INSTIPER, Dr Purwadi 
Keterbatasan tak menyurutkan pemuda asal Desa Ranah Singkuang, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau ini. Sejak duduk di Madrasah Aliyah (MA) ia selalu mendapatkan beasiswa. Berbekal niat yang ingin bersekolah tinggi, ketekunan dan dukungan dari orangtua, Rahmadi (23) berhasil memperoleh beasiswa hingga ke jenjang sarjana. Kesempatan itu ia usahakan dengan maksimal. Sebab, tidak semua orang memiliki nasib yang sama dengannya sehingga ia tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diperoleh. Hasilnya, Rahmadi lulus dengan IPK 3,97 dan menjadi yang terbaik pada Wisuda Sarjana Institut Pertanian Stiper (INSTIPER) Yogyakarta ke 69 dan Pascasarjana ke 15.

Perjuangan memperoleh beasiswa itu dimulai ketika ia mendapat beasiswa dari perusahaan pulp dan kertas di Pangkalan Kerinci,PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) saat masih bersekolah di kelas X Madrasah Aliyah Muhammadiyah Pengawasan, Kampar. Ia mendapatkan informasi dari Desa nya bahwa ada penerimaan beasiswa untuk jenjang SMA. Ia pun mengumpulkan berkas persyaratan untuk beasiswa. Sejak dulu, ia selalu belajar tekun agar bisa sekolah lebih tinggi.

"Ibu saya selalu berpesan untuk belajar tekun, agar mengubah nasib saya di kemudian hari, tidak seperti mereka yang menjadi petani yang penghasilannya tak menentu. Saya sebagai anak pertama juga harus memberikan contoh kepada kelima adik saya," ujarnya Rahmadi kelahiran Ranah Singkuang, 24 Maret 1994 silam.

Berbekal dukungan dan semangat untuk sekolah, selama tiga tahun berturut-turut ia selalu menerima beasiswa dari perusahaan pulp dan kertas ini. Kemudian, tibalah saatnya ia ingin melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Niat itu pun ia sampaikan kepada staff Community Development (CD) PT RAPP yang berada di estate Kampar, M Daim bahwa ia ingin kuliah. M Daim pun memberikan informasi mengenai beasiswa kuliah di INSTIPER. Rahmadi pun bersemangat untuk meraih beasiswa tersebut. Ia semakin giat belajar.

"Saat wawancara penerimaan beasiswa, saya mengatakan walaupun badan saya kecil, tetapi cita-cita saya besar. Saya ingin terus sekolah. Menuntut ilmu sampai liang lahat. Alhamdulillah dimudahkan Allah sampai saya lulus beasiswa INSTIPER," ujarnya.

Tidak sampai pada titik itu, Rahmadi pun tekun belajar saat kuliah. Ia belajar dari mana saja, baik dari buku, dosen, senior dan teman-temannya. Ilmu dari semua orang ia serap dengan baik agar ia dapat meraih yang terbaik. Diakuinya, saat semester 3 Rahmadi sudah memiliki modul kuliah semester 4. Itu berkat ia bergaul dengan senior.

"Saya juga masih bergaul dan belajar bersama teman-teman saya. Semua ini saya usahakan sebagai bentuk terima kasih kepada orang tua dan pemberi beasiswa saya, PT RAPP. Saya sering mendapatkan training dari Perusahaan dan Tanoto Foundation. Bagi saya nilai tinggi tidak menjadi jaminan, nilai itu bukan membuktikan kita hebat dari orang lain. Pak Sukanto Tanoto yang tidak lulus sekolah bisa sukses. Saya juga harus bisa," ucapnya.
***

Saya sendiri juga menjadi penerima beasiswa dari Pak Sukanto Tanoto, yakni beasiswa Tanoto Foundation. Saya banyak mendapatkan ilmu dan pengembangan diri dari beasiswa yang saya dapatkan di tahun 2011 lalu. Beasiswa ini menjadi salah satu penyemangat saya untuk terus menjadi lebih baik dalam hal akademis, belajar bagaimana peduli dengan sekitar, belajar bagaimana diri ini harus terus berkembang, hingga saya bekerja saat ini. 

Comments

Popular posts from this blog

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Pursue My Dream

Hari ini, saya menulis postingan pertama saya di tahun 2024. Akhir-akhir ini, saya merasakan sering kali malas untuk menulis, baik di blog maupun di catatan saya. Itu mungkin bisa disebut sebagai fase-fase malas. Ironisnya, saya sering merasakan kecemasan dan kekhawatiran yang tidak terlalu penting, tetapi mengganggu pikiran saya. Saat ini, saya duduk sendirian di sebuah tempat dengan laptop di depan saya. Awalnya, saya hanya berniat untuk bekerja dan mencari tahu tentang kisi-kisi ujian masuk S2. Ada beberapa tugas yang tertunda hari ini yang ingin saya selesaikan. Saya menikmati kesendirian ini, tanpa gangguan dari orang lain. Selain itu, saya ingin menyegarkan kembali pengetahuan saya untuk persiapan ujian masuk S2 besok. Karena ujian ini dilaksanakan secara online, saya sedang mencari informasi tentang bagaimana ujian tersebut akan berlangsung. Sebelumnya, saya sudah pernah mengikuti ujian S2 pada tahun 2020 di Universitas Indonesia, tetapi saya gagal karena kurangnya persiapan. Se...

Towards The Light

Pagi menjelang, dan alarm berbunyi dengan suara yang sama. Saya membuka mata, tetapi rasanya berat untuk bangkit dari tempat tidur. Setiap hari terasa seperti pengulangan yang sama, itu hanya sebuah tanda bahwa saya masih melanjutkan hidup. Hari-hari berlalu, dan saya merasa terjebak dalam rutinitas yang tak kunjung berubah. Menjalani hari demi hari adalah pekerjaan yang berat, dan saya seperti penonton dalam film yang tidak berujung, menjalani momen yang itu-itu saja tanpa perkembangan. Ketidakpuasan ini membuat saya merasa kosong. Seperti banyak orang, saya berusaha menemukan cara untuk tumbuh, tetapi saat ini, satu-satunya ruang untuk berkembang adalah melalui kembali ke bangku sekolah—sebuah pelarian kecil dari kenyataan yang menyedihkan. Dalam kesibukan itu, saya merindukan kehidupan yang lebih bermakna—kehidupan di mana saya berusaha untuk hidup sepenuhnya, bukan hanya bertahan. Saya bukannya tidak bahagia, tetapi aku juga tidak merasa bahagia. Saya teringat saat-saat ketika saya...