Skip to main content

Rasa Syukur yang Dibawa Dunia Akhirat

Sudah dua tahun Wan Bulan (65) tidak bisa mencari ikan di Sungai Kampar, Kabupaten Pelalawan. Saat ini ia hidup dari bantuan para tetangga yang peduli padanya. Ada saja tetangga yang memberikan kebutuhann pokok seperti beras, lauk pauk kepadanya setiap hari. Pemberian tersebut tidak sendiri ia nikmati, tetapi bersama satu anaknya yang sedang sakit dan dua cucunya yang masih
kecil. Kediamannya pun jauh dari kata nyaman. Ia hanya hidup di rumah panggung yang tak layak disebut rumah. Pintu rumah Nek Bulan, sapaan akrabnya hanya terbuat dari kain goni bekas.

Setiap malam, jika angin kencang, ia merasakan dingin hingga mencapai ke tulangnya yang sudah tua. Jembatan menuju rumahnya pun berbahaya, hanya beberapa kayu yang disusun jarang dapat membuatnya terjatuh jika tak hati-hati.

Ia memiliki impian dapat tinggal di rumah yang layak dan membuatnya nyaman. Ia pun mendatangi Kepala Urusan Pemerintahan Desa Sering, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, Amirul Mukminin untuk memperbaiki rumahnya yang reot. Namun, karena desa tidak memiliki dana untuk itu, ia pun pulang dengan harapan kosong.

"Saya datang ke pihak desa untuk minta beberapa papan untuk rumah saya. Rumah saya tidak punya dinding pembatas dan kami takut rumah kami roboh. Tapi Desa tak punya dana untuk itu," ujar Nek Bulan sambil menyeka air matanya.

Ia hanya pasrah dengan keadaan rumahnya yang seperti itu. Namun, seusai sholat, ia terus berdoa agar diberikan rezeki untuk membangun rumahnya menjadi rumah yang nyaman ia tinggali bersama anak cucunya.

Doa ia pun dijabah oleh Allah SWT, beberapa bulan lalu, anggota Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Sedekah (Lazis) Ikatan Muslim Riau Andalan (IMRA) mendatangi rumah Nek Bulan. Tujuannya, untuk merenovasi rumah Nek Bulan.

Betapa gembiranya ia mendengar rumahnya akan di buatkan oleh Lazis IMRA. Ia langsung memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT hingga sekarang.

"Saya sangat senang ketika ada yang ingin membuat rumah saya. Saya tak menyangka pihak Lazis IMRA RAPP (PT Riau AndalanPulp and Paper-red) datang kerumah saya yang tak layak ini. Alhamdulillah," ujarnya.

Rumah bantuan Lazis IMRA pun saat ini telah ia tempati.  Sampai saat ini ia sangat bersyukur dan terharu memiliki rumah panggung berwarna hijau ini.

"Saya bersyukur dunia akhirat mendapatkan rumah ini. Saya merasa kaya karena memiliki rumah yang indah ini bantuan Lazis IMRA RAPP," ucapnya dengan penuh haru.

Ketua Lazis IMRA PT RAPP, Mispan mengatakan pembangunan rumah Nek Bulan merupakan program dari Lazis IMRA yang sudah berjalan sejak tahun lalu. Dana pembangunan berasal dari zakat, infaq dan sedekah warga Riau Komplek PT RAPP yang mencapai sekitar Rp 23 juta.

"Sebelumnya Lazis IMRA sudah membangunkan dua rumah warga yang kurang mampu dan merenovasi rumah warga. Rumah Nek Bulan ini yang ketiga Kedepannya Lazis IMRA juga akan membantu kebutuhan Nek Bulan setiap bulannya," ucapnya.

Direktur RAPP Rudi Fajar mengatakan perusahaan memiliki karyawan yang berhati mulia yang telah menyisihkan separuh rezekinya untuk warga kurang mampu. Kegiatan ini merupakan kepedulian dari perusahaan terhadap warga di sekitar wilayah operasional.

"Semoga kedepannya banyak yang membantu warga yang kurang mampu dan lebih banyak lagi rumah yang dibedah," tutupnya. (*)

Comments

Popular posts from this blog

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Pursue My Dream

Hari ini, saya menulis postingan pertama saya di tahun 2024. Akhir-akhir ini, saya merasakan sering kali malas untuk menulis, baik di blog maupun di catatan saya. Itu mungkin bisa disebut sebagai fase-fase malas. Ironisnya, saya sering merasakan kecemasan dan kekhawatiran yang tidak terlalu penting, tetapi mengganggu pikiran saya. Saat ini, saya duduk sendirian di sebuah tempat dengan laptop di depan saya. Awalnya, saya hanya berniat untuk bekerja dan mencari tahu tentang kisi-kisi ujian masuk S2. Ada beberapa tugas yang tertunda hari ini yang ingin saya selesaikan. Saya menikmati kesendirian ini, tanpa gangguan dari orang lain. Selain itu, saya ingin menyegarkan kembali pengetahuan saya untuk persiapan ujian masuk S2 besok. Karena ujian ini dilaksanakan secara online, saya sedang mencari informasi tentang bagaimana ujian tersebut akan berlangsung. Sebelumnya, saya sudah pernah mengikuti ujian S2 pada tahun 2020 di Universitas Indonesia, tetapi saya gagal karena kurangnya persiapan. Se...

Towards The Light

Pagi menjelang, dan alarm berbunyi dengan suara yang sama. Saya membuka mata, tetapi rasanya berat untuk bangkit dari tempat tidur. Setiap hari terasa seperti pengulangan yang sama, itu hanya sebuah tanda bahwa saya masih melanjutkan hidup. Hari-hari berlalu, dan saya merasa terjebak dalam rutinitas yang tak kunjung berubah. Menjalani hari demi hari adalah pekerjaan yang berat, dan saya seperti penonton dalam film yang tidak berujung, menjalani momen yang itu-itu saja tanpa perkembangan. Ketidakpuasan ini membuat saya merasa kosong. Seperti banyak orang, saya berusaha menemukan cara untuk tumbuh, tetapi saat ini, satu-satunya ruang untuk berkembang adalah melalui kembali ke bangku sekolah—sebuah pelarian kecil dari kenyataan yang menyedihkan. Dalam kesibukan itu, saya merindukan kehidupan yang lebih bermakna—kehidupan di mana saya berusaha untuk hidup sepenuhnya, bukan hanya bertahan. Saya bukannya tidak bahagia, tetapi aku juga tidak merasa bahagia. Saya teringat saat-saat ketika saya...