Skip to main content

Mau Apa ?

Di luar sedang hujan. 6,8,12 Brian Mcknight sedang diputar. Sambil tiduran miring, saya menyentuh huruf-huruf di hp pintar saya untuk merangkai sebongkah curhat.

Saya masih berpikir apa tujuan saya tahun depan? Saya belum tahu. Saya hanya berharap tahun yang lebih baik, hidup yang lebih baik, berkualitas dan bersahaja. Semakin banyak beribadah.

Tapi, semua itu, menurut saya, hanya sebuah pengharapan umum. Secara spesifik, saya tidak tahu apa tujuan saya. Saya merasa iba dengan diri saya sendiri.

Sekarang, lagu sudah berganti dengan petikan gitar Adam Sandler, Grow old with you. Lagunya romantis sekali, cocok dinyanyikan saat pernikahan. Tapi ini tidak ada hubungannya dengan tujuan saya untuk menikah. Tahun depan, saya tidak ada berencana, bahkan berpikir untuk menikah. Mungkin delapan atau 10 tahun dari sekarang. Bahkan saya tak bisa membayangkan hidup dengan orang lain.

Pertanyaan yang selalu dalam otak saya sekarang, tujuan saya apa sekarang? Jangka panjangnya apa? Saya belum tahu.
Untuk sekolah lagi masih ada, tetapi tidak terlalu.

Sekarang dalam pikiran saya hanya ingin sedikit berkelana, sebentar saja.  Ke tempat asing, menghirup suasana yang berbeda entah budaya atau pemandangan yang asing bagi saya. Kemudian merasakan rindu rumah, keluarga, rindu guling. Itu yang sekarang saya inginkan. Saya sempat punya keinginan untuk singgah sebentar ditempat-tempat asing, tujuannya hanya sekedar untuk merasakan rindu rumah.

Mau jadi penulis buku? Mulai menulis saja belum. Ide saya belum ada untuk hal yang akan saya tulis. Setidaknya saya ingin punya satu karya, buku. Apapun itu genrenya. Tapi belum juga saya realisasikan.
Saya terlalu banyak berpikir. Terus berpikir. Saya takut gagal. Kegagalan yang membuat saya terjun ke bawah dan susah bangkit. 

Saya kesal. Ini harus bagaimana?
Baiklah. Malam sudah larut, pukul 12.50 WIB. Senandung romantis Till There was You The Beatles bersenandung syahdu.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Mencoba Menemukan Ketenangan di Tengah Riuhnya Kehidupan

Hidup itu seperti berada di atas papan selancar, terkadang ombaknya tenang, terkadang menggulung-gulung seperti monster raksasa. Dan jujur saja, dalam beberapa bulan terakhir, rasanya saya lebih sering terhempas ombak daripada berdiri gagah di atasnya. Cemas? Oh, cemas itu sudah seperti teman lama yang tak diundang datang setiap hari. Mood buruk? Rasanya seperti awan hitam yang terus menempel di kepala, bahkan saat cuaca cerah. Bayangkan saja, saya, yang dulu penuh semangat menjalani hari-hari, tiba-tiba merasa kehilangan minat pada hal-hal yang biasa saya cintai. Olahraga? Sudah seperti cinta lama yang tak berbalas. Buku? Seakan huruf-huruf di dalamnya berubah menjadi semut-semut yang berlarian tanpa arah. Bahkan serial drama Korea yang biasanya menjadi sahabat setia saat malam datang, kini hanya menjadi tontonan latar belakang saat pikiran saya melayang entah ke mana. Hidup saya, meskipun penuh potensi, kadang terasa seperti teka-teki tanpa petunjuk. Saya berusaha sebaik mungkin untu...

Towards The Light

Pagi menjelang, dan alarm berbunyi dengan suara yang sama. Saya membuka mata, tetapi rasanya berat untuk bangkit dari tempat tidur. Setiap hari terasa seperti pengulangan yang sama, itu hanya sebuah tanda bahwa saya masih melanjutkan hidup. Hari-hari berlalu, dan saya merasa terjebak dalam rutinitas yang tak kunjung berubah. Menjalani hari demi hari adalah pekerjaan yang berat, dan saya seperti penonton dalam film yang tidak berujung, menjalani momen yang itu-itu saja tanpa perkembangan. Ketidakpuasan ini membuat saya merasa kosong. Seperti banyak orang, saya berusaha menemukan cara untuk tumbuh, tetapi saat ini, satu-satunya ruang untuk berkembang adalah melalui kembali ke bangku sekolah—sebuah pelarian kecil dari kenyataan yang menyedihkan. Dalam kesibukan itu, saya merindukan kehidupan yang lebih bermakna—kehidupan di mana saya berusaha untuk hidup sepenuhnya, bukan hanya bertahan. Saya bukannya tidak bahagia, tetapi aku juga tidak merasa bahagia. Saya teringat saat-saat ketika saya...