Skip to main content

Lima Jam Saja

Hampir lima jam lebih saya memegang gadget saya. Selama lima jam tersebut, saya mengurung diri dengan pintu terbuka dikamar. Kebetulan keponakan sedang tidak tidur dengan saya. Lampu masih menyala, pintu masih terbuka. Sambil berbaring di lantai menghadap ke langit-langit kamar, saya berselancar di dunia maya.

Satu per satu media sosial saya saya buka. Status-status galau, ngoceh tentang negara, mengeluh, membandingkan Indonesia. Itu banyak di update oleh mereka-mereka yang candu seperti saya. Saya kagum dengan demokrasi dengan dunia digital ini.

Jam 01.30, saya beranjak untuk mencuci muka ke kamar mandi dan kemudian kembali asyik dengan hp saya. Walaupun sekarang sedikit sakit kepala, saya masih semangat untuk bersiliweran di dunia maya, padahal besok pagi kerja.

Saya berpikir, sepertinya usaha saya untuk memperlancar bahasa Inggris saya ini, tidak ada usahanya. Hanya rencana, rencana dan rencana. Terkadang saya sendiri kesal dengan diri saya, kalau keperluan untuk sendiri sendiri saya tak punya tanggung jawab. Saya tak bisa memaksakan diri sendiri untuk kebutuhan saya sendiri, misalnya belajar bahasa Inggris. Kalau untuk tugas, Alhamdulillah saya bisa bertanggung jawab karena berkaitan dengan orang lain.

Saya juga mulai berpikir, ketika saya ingin melanjutkan sekolah. Saya ingin jadi akademisi, namun, saya bertanya dengan diri saya sendiri, apakah keinginan saya memang unfuk diri saya? Keluarga? Afau masyarakat?. Apakah nanti setrlah usia 35 tahun saya mendapatkan apa yang saya inginkan? Atau s2 saya hanya status dimasyarakat?

Semenjak saya bekerja, setiap hari saya menulis. Memang, saya suka menulis. Menulis saja, saya hanya suka menulis, tidak lebih. Ledua saya suka baca. Tergantung genre apa yang ingin saya baca, sekarang saya sedang berusaha melahap IQ84 Jilid 2 Haruki Murakami.

Sudahlah saya ngantuk.

Comments

Popular posts from this blog

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Sekilas Sosiologi Kesehatan

Sosiolog belajar semuanya, termasuk tentang kesehatan. Tapi tentu dalam kacamata sosial. SAKIT dalam definisi medis adalah adanya gangguan secara biologis terhadap tubuh. Sedangkan secara sosiologis, sakit itu ketika kamu gak bisa jalanin peran dan fungsi secara optimal di masyarakat. Penyakit sekarang lebih bersifat degeneratif. Penyakit muncul karena kurangnya kesadaran akan pola hidup sehat (terbukti pada penelitian kami, sosiologi angkatan 2010 di Siak pada Juni 2012). Lima faktor gaya hidup yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas di Indonesia, seperti perilaku merokok, perilaku seks, pola makan, okupasi, dan yang terakhir mobilitas. Ada beberapa istilah dalam sosiologi kesehatan. Iatrogenesis Klinis. Penyakit klinis yang muncul dari sebuah penanganan medis, contohnya ketika jarum ketinggalan di ketiak pasien saat operasi.  Iatrogenesis Sosial. Penyakit sosial muncul dari sebuah penanganan medis, contohnya pasien hilang dirumah sakit.  Medikalis...

Pursue My Dream

Hari ini, saya menulis postingan pertama saya di tahun 2024. Akhir-akhir ini, saya merasakan sering kali malas untuk menulis, baik di blog maupun di catatan saya. Itu mungkin bisa disebut sebagai fase-fase malas. Ironisnya, saya sering merasakan kecemasan dan kekhawatiran yang tidak terlalu penting, tetapi mengganggu pikiran saya. Saat ini, saya duduk sendirian di sebuah tempat dengan laptop di depan saya. Awalnya, saya hanya berniat untuk bekerja dan mencari tahu tentang kisi-kisi ujian masuk S2. Ada beberapa tugas yang tertunda hari ini yang ingin saya selesaikan. Saya menikmati kesendirian ini, tanpa gangguan dari orang lain. Selain itu, saya ingin menyegarkan kembali pengetahuan saya untuk persiapan ujian masuk S2 besok. Karena ujian ini dilaksanakan secara online, saya sedang mencari informasi tentang bagaimana ujian tersebut akan berlangsung. Sebelumnya, saya sudah pernah mengikuti ujian S2 pada tahun 2020 di Universitas Indonesia, tetapi saya gagal karena kurangnya persiapan. Se...