Skip to main content

Larutnya kehidupan ke Dalam Media Sosial

Obrolan ini tidak sengaja muncul ketika saya dan teman saya membicarakan tentang media sosial yang sudah membuat kami agak "gila". Sejak ada media sosial, kita bisa dikatakan sebagai generasi menunduk, karena kita, selalu menunduk, maksud saya disini, dizaman ini, kita tidak dapat lepas dari yang namanya smartphone atau alat komunikasi modern yang kita miliki.

Ditambah dengan adanya aplikasi media sosial seperti facebook, twitter, path dan yang lainnya dimana sekarang sedang ramai dikonsumsi dan membuat kehidupan kita larut ke dalam media sosial. Media sosial awalnya di ciptakan untuk mempermudah kita untuk berkomunikasi, ternyata memiliki banyak dampak.

Media sosial semacam kehidupan kedua setelah dunia nyata, apa yang kita rasakan, kita tulis dan kita bagi di media sosial. Seolah-olah tidak ada yang dapat kita ajak untuk berbagi di kehidupan nyata kita, dan setelah kita membuat status di akun media sosial milik kita, entah itu Facebook,Twitter atau path, banyak orang (yang bahkan tidak kita kenal) mengomentari atau menyukai apa yang kita tulis, yang sebenarnya mereka tidak benar-benar tahu.

Media sosial juga bisa membuat kita terkenal, seperti di twitter. Banyak orang terkenal karena berkicau di twitter, tentu ada yang berbobot ada juga yang sampah. Di dunia pertwitteran dinamakan kultwit, kuliah twitter. Mereka akan membagikan informasi atau hal apa saja yang menurut mereka menarik untuk dibagikan, masalah berguna atau tidak, itu urusan nanti, yang penting kultwit dulu, ngumpulin banyak followers dan kemudian di retweet, dan melahirkan selebtwit, hingga menjadi buzzer-buzzer salah satu politisi atau tokoh politik. Terlebih ketika sedang ada pertandingan sepakbola, yang dianggap permainan yang paling mulia di dunia, sedang di putar dilayar kaca. Twitter bisa menjadi ruang bising, penggemar sepakbola yang ada di twitter, lansung bersuara lewat akun-akun mereka. Kuasa dibalik kata-kata.

Dan sekarang aktivitas kita bisa dimonitor secara lansung oleh teman-teman kita. Dunia memiliki path. Banyak pemakai path yang check-in dimana ia berada, sedang mendengarkan lagu, menonton film, membaca buku bisa terlihat di path. Path semacam bentuk ajang mempresentasikan diri kita lebih ekstrim. Karena fitur-fitur yang diberikan seperti itu.

Dizaman yang secanggih ini, seperti yang dikatakan giddens, tak ada waktu dan ruang yang istimewa, ruang semakin lama semakin tidak dipakai, maksudnya dalam orang berhubungan dengan orang yang berjauhan jarak fisik, seperti mereka yang sedang pacaran jarak jauh, mereka yang ingin membeli barang dari luar kota, mereka tidak butuh tempat atau ruang fisik. Mereka tidak butuh ruang fisik dan waktu yang sangat lama lagi, mereka hanya butuh aplikasi video call dan belanja online, ya tentunya pertemuan yang sebenarnya mereka juga sangat butuh dan belanja online butuh waktu juga untuk barang sampai, tapi disini itu diluar konteks yang dikatakan oleh giddens. Contoh lain ketika Presiden melakukan teleconference kepada bawahannya, seperti yang kita lihat sewaktu pertama kali Jokowi dilantik, tidak perlu bertemua dulu baru mendengarkan keluhan, sekarang tinggal teleconference saja.

Media sosial sekarang lebih banyak dipakai sebagai alat pencitraan diri oleh kaum-kaum politik, mereka berdramaturgi, begitu dikatakan oleh Erving Goffman jika beliau masih hidup. Membangun citra diri sebaik mungkin dan di share di akun miliknya sendiri dan buzzernya.

Kita semakin pasif, semakin tidak bisa membedakan antara yang nyata atau hanya sekedar tontonan. Kita kehilangan substansi pertemuan yang sesungguhnya, kualitas melebihi kuantitas. Mungkin di masa depan pertemuan di dunia nyata adalah hal yang langka, mungkin.

Isi obrolan saya dan teman saya mungkin aneh, memalukan, tak sopan, dan kacau balau. Mungkin ketika itu pikiran kami sedang tidak karuan dan dangkal.

Comments

Popular posts from this blog

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Pursue My Dream

Hari ini, saya menulis postingan pertama saya di tahun 2024. Akhir-akhir ini, saya merasakan sering kali malas untuk menulis, baik di blog maupun di catatan saya. Itu mungkin bisa disebut sebagai fase-fase malas. Ironisnya, saya sering merasakan kecemasan dan kekhawatiran yang tidak terlalu penting, tetapi mengganggu pikiran saya. Saat ini, saya duduk sendirian di sebuah tempat dengan laptop di depan saya. Awalnya, saya hanya berniat untuk bekerja dan mencari tahu tentang kisi-kisi ujian masuk S2. Ada beberapa tugas yang tertunda hari ini yang ingin saya selesaikan. Saya menikmati kesendirian ini, tanpa gangguan dari orang lain. Selain itu, saya ingin menyegarkan kembali pengetahuan saya untuk persiapan ujian masuk S2 besok. Karena ujian ini dilaksanakan secara online, saya sedang mencari informasi tentang bagaimana ujian tersebut akan berlangsung. Sebelumnya, saya sudah pernah mengikuti ujian S2 pada tahun 2020 di Universitas Indonesia, tetapi saya gagal karena kurangnya persiapan. Se...

Sekilas Sosiologi Kesehatan

Sosiolog belajar semuanya, termasuk tentang kesehatan. Tapi tentu dalam kacamata sosial. SAKIT dalam definisi medis adalah adanya gangguan secara biologis terhadap tubuh. Sedangkan secara sosiologis, sakit itu ketika kamu gak bisa jalanin peran dan fungsi secara optimal di masyarakat. Penyakit sekarang lebih bersifat degeneratif. Penyakit muncul karena kurangnya kesadaran akan pola hidup sehat (terbukti pada penelitian kami, sosiologi angkatan 2010 di Siak pada Juni 2012). Lima faktor gaya hidup yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas di Indonesia, seperti perilaku merokok, perilaku seks, pola makan, okupasi, dan yang terakhir mobilitas. Ada beberapa istilah dalam sosiologi kesehatan. Iatrogenesis Klinis. Penyakit klinis yang muncul dari sebuah penanganan medis, contohnya ketika jarum ketinggalan di ketiak pasien saat operasi.  Iatrogenesis Sosial. Penyakit sosial muncul dari sebuah penanganan medis, contohnya pasien hilang dirumah sakit.  Medikalis...