Skip to main content

Aku Belum Memilih

Gue lagi di perpus kampus, biasa, ngenet, lagi nyari inspirasi di sini, sekalian nyari fenomena sosial buat skripsi gue nantinya. Awalnya gue mau ngerjain tugas sosiologi masyarakat melayu gue disini, tapi gue lupa yang disuruh apa, seingat gue, gue nyatet di binder yang katanya temen gue keren (padahal ini binder jatah dari perusahaan tempat abang gue kerja), tapi lupa nyatet dimana. 

Gue punya target semester depan gue udah seminar judul skripsi, tapi masalah sekarang gue belum nemuin fenomena yang menarik, tepatnya fenomena yang buat gue tertarik untuk di jadiin skripsi. Gue udah dikasih beberapa fenomena sama orang-orang, tapi gue enggak tertarik sama sekali. Gue bingung. Gue pengen tamat tepat, maksimal 4 tahun. Hidup jadi enggak tenang, kepikiran mulu sama fenomena. Kebanyakan orang berpikir, kenapa mesti dipikirin, dibebanin sama si fenomena itu. Bagi gue bukan beban sih, cuma gue pengen seminar tahun depan, target gue itu Di semester depan kalau gue ngambil mata kuliah SEMINAR MASALAH SOSIOLOGI gue mesti punya judul skripsi buat seminar. Kalau enggak nilai E. Bayangkan, gue sekarang belum dapet fenomena yang menarik buat gue teliti di skripsi gue. Gue pengen neliti tentang fenomena yang dosen gue enggak tahu, jadinya seru aja kalau dia nanyain tentang yang dia enggak tahu, gue tahu. hehehhe. Emang hidup gue banyak maunya, banyak targetnya.hahahahhaha

Nyari fenomena yang menarik untuk gue sulit, gue sampai bingung buat milih fenomenanya. Selain mikirin fenomena, gue juga sibuk sama tugas-tugas yang melanda hidup gue, Sosiologi perkotaan, sosiologi masyarakat melayu, politik hukum agraria.dan semua itu dikumpul minggu depan. Ya tuhaaaan.

Tanggal 17 desember besok, gue akan penelitian di daerah kampar sana. Ya semoga lancar aja. Gak kayak penelitian ke Siak kemaren, gue nge-dudukin taik bebek. Dan hasilnya gue penelitian ke desa itu bau bebek. Kabar buruknya, jadwal les gue bentrok sama penelitian. 

Ah lapar lagi

Comments

Popular posts from this blog

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Pursue My Dream

Hari ini, saya menulis postingan pertama saya di tahun 2024. Akhir-akhir ini, saya merasakan sering kali malas untuk menulis, baik di blog maupun di catatan saya. Itu mungkin bisa disebut sebagai fase-fase malas. Ironisnya, saya sering merasakan kecemasan dan kekhawatiran yang tidak terlalu penting, tetapi mengganggu pikiran saya. Saat ini, saya duduk sendirian di sebuah tempat dengan laptop di depan saya. Awalnya, saya hanya berniat untuk bekerja dan mencari tahu tentang kisi-kisi ujian masuk S2. Ada beberapa tugas yang tertunda hari ini yang ingin saya selesaikan. Saya menikmati kesendirian ini, tanpa gangguan dari orang lain. Selain itu, saya ingin menyegarkan kembali pengetahuan saya untuk persiapan ujian masuk S2 besok. Karena ujian ini dilaksanakan secara online, saya sedang mencari informasi tentang bagaimana ujian tersebut akan berlangsung. Sebelumnya, saya sudah pernah mengikuti ujian S2 pada tahun 2020 di Universitas Indonesia, tetapi saya gagal karena kurangnya persiapan. Se...

Towards The Light

Pagi menjelang, dan alarm berbunyi dengan suara yang sama. Saya membuka mata, tetapi rasanya berat untuk bangkit dari tempat tidur. Setiap hari terasa seperti pengulangan yang sama, itu hanya sebuah tanda bahwa saya masih melanjutkan hidup. Hari-hari berlalu, dan saya merasa terjebak dalam rutinitas yang tak kunjung berubah. Menjalani hari demi hari adalah pekerjaan yang berat, dan saya seperti penonton dalam film yang tidak berujung, menjalani momen yang itu-itu saja tanpa perkembangan. Ketidakpuasan ini membuat saya merasa kosong. Seperti banyak orang, saya berusaha menemukan cara untuk tumbuh, tetapi saat ini, satu-satunya ruang untuk berkembang adalah melalui kembali ke bangku sekolah—sebuah pelarian kecil dari kenyataan yang menyedihkan. Dalam kesibukan itu, saya merindukan kehidupan yang lebih bermakna—kehidupan di mana saya berusaha untuk hidup sepenuhnya, bukan hanya bertahan. Saya bukannya tidak bahagia, tetapi aku juga tidak merasa bahagia. Saya teringat saat-saat ketika saya...