Skip to main content

Everything Will Be Fine

Waktu mungkin adalah obat yang paling ampuh untuk nyembuhin luka. Bisa saja benar, bisa saja tidak, menurut gue.

Udah beberapa bulan ini gue mencoba intropeksi diri sama sebuah masalah yang terjadi di hidup gue. Awalnya, gue mikir ada dementor dalam hidup gue, tapi gue sadar itu salah. Selama dalam proses itu, gue jadi sadar kalau di diri gue juga ada yang salah. Gue terlalu berharap. Gue semakin sadar sejak mendapat masalah ini, kalau berharap itu jangan sama manusia,berharap itu sama Tuhan. Tuhan tahu apa yang kita butuhkan dan kalau berharap kepadaNya pasti gak akan kecewa. Itu yang selama ini gue berusaha meyakininya. Gue terlalu berlebihan,sayang gue berlebihan. Agama mengatakan kalau setiap yang berlebihan itu gak baik.

Gue mencoba menghilang beberapa bulan ini untuk nyembuhin sakit hati gue, sampai sekarang, gue masih belum mau ketemu sama tuh orang,gue belum mau ngubungin tu orang. Tapi dia selalu ngubungin gue dan bilang gak ngerti sama gue yang sekarang. Gue mencoba untuk tidak berlebihan,biasa aja,seperti pertama kali dia mengenal gue, gue yang cuek. Maaf gue berbeda, gue berubah, karena gue baru aja dari desa Konoha.hahhaa. Kalau saja kejujuran itu diungkapin dari awal, mungkin gue gak bakal seperti ini. Dosen gue pernah bilang, setiap masalah yang menghampiri kita itu adalah proses pembelajaran hidup. Memang, gue belajar untuk menjadi dewasa, belajar ngelakuin sesuatu itu kadang harus pake otak, gak pake hati mulu. Belajar untuk tidak banyak berharap, belajar hati-hati untuk memilih siapa yang berhak untuk ada di hati gue.

Jadi inget,  gak selamanya gue berada di posisi jelek, gak selamanya dalam posisi buruk. Kadang kalau kita sedih, kita berpikir, kita gak akan bisa ngelewatin ini, kita gak bahagia dan kita orang yang paling miserable di dunia ini. Satu-satunya pelipur lara  yang gue yakini adalah Tuhan masih bersama gue and everything will be fine.

Comments

Popular posts from this blog

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Sekilas Sosiologi Kesehatan

Sosiolog belajar semuanya, termasuk tentang kesehatan. Tapi tentu dalam kacamata sosial. SAKIT dalam definisi medis adalah adanya gangguan secara biologis terhadap tubuh. Sedangkan secara sosiologis, sakit itu ketika kamu gak bisa jalanin peran dan fungsi secara optimal di masyarakat. Penyakit sekarang lebih bersifat degeneratif. Penyakit muncul karena kurangnya kesadaran akan pola hidup sehat (terbukti pada penelitian kami, sosiologi angkatan 2010 di Siak pada Juni 2012). Lima faktor gaya hidup yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas di Indonesia, seperti perilaku merokok, perilaku seks, pola makan, okupasi, dan yang terakhir mobilitas. Ada beberapa istilah dalam sosiologi kesehatan. Iatrogenesis Klinis. Penyakit klinis yang muncul dari sebuah penanganan medis, contohnya ketika jarum ketinggalan di ketiak pasien saat operasi.  Iatrogenesis Sosial. Penyakit sosial muncul dari sebuah penanganan medis, contohnya pasien hilang dirumah sakit.  Medikalis...

Pursue My Dream

Hari ini, saya menulis postingan pertama saya di tahun 2024. Akhir-akhir ini, saya merasakan sering kali malas untuk menulis, baik di blog maupun di catatan saya. Itu mungkin bisa disebut sebagai fase-fase malas. Ironisnya, saya sering merasakan kecemasan dan kekhawatiran yang tidak terlalu penting, tetapi mengganggu pikiran saya. Saat ini, saya duduk sendirian di sebuah tempat dengan laptop di depan saya. Awalnya, saya hanya berniat untuk bekerja dan mencari tahu tentang kisi-kisi ujian masuk S2. Ada beberapa tugas yang tertunda hari ini yang ingin saya selesaikan. Saya menikmati kesendirian ini, tanpa gangguan dari orang lain. Selain itu, saya ingin menyegarkan kembali pengetahuan saya untuk persiapan ujian masuk S2 besok. Karena ujian ini dilaksanakan secara online, saya sedang mencari informasi tentang bagaimana ujian tersebut akan berlangsung. Sebelumnya, saya sudah pernah mengikuti ujian S2 pada tahun 2020 di Universitas Indonesia, tetapi saya gagal karena kurangnya persiapan. Se...