Skip to main content

Hal yang Dianggap Perlu dan Dianggap Tabu

Sudah Lama kita tak bertemu bertemu di blog gue yang background baru lagi.aheuaheuaheuaheu.
Gue pengen kasih tau gambar yang ada di blog gue ini,emang rada tertutup. Dibelakang ini ada gambar kakek Albert Einstein,Raditya Dika,Benazio, dan tidak lupa gue sendiri yang seumprit banget.
Mereka inspirasi gue,tapi dalam ngeblog,ilmu,menulis,tapi kakek Albert gak lagi,karena gue nggak ngitung fisika,berkhayal ketika bola di lemparkan secara parabol. Dan sampai saat ini gue belum menemukan siapa tokoh panutan gue di sosiologi untuk semangat mendalami sosiologi.

Dan disinilah gue masih merasa bingung. Gue nggak terlalu paham dengan sosiologi,gue hobi didepan layar buat browsing,ngeblog dan hal yang dianggap perlu dan dianggap tabu untuk gue ngenet. Gue dijurusan sosiologi yang awalnya gue nggak suka banget sama pelajarannya pas gue SMA dulu. Tapi sekarang,gue kuliah dijurusan sosiologi. 

Kata orang,untuk bisa menguasai ilmu itu harus mencintai ilmu itu dulu,baru akan nyatu dengan ilmu tersebut. Gue ngerasain kalo gue belum sepenuhnya cinta sama sosiologi,mungkin kalo di presentasekan masih 39% gue cinta sama sosiologi,selebihnya gue cinta sama depan layar buat browsing,ngeblog dan hal yang dianggap perlu dan dianggap tabu untuk gue ngenet. Tiap hari gue pantengin layar ini terus berjam-jam sampai tengah malam.
dan yes !!!!!! 
sudah berganti dengan layar datar.Terima kasih abangkuuuu. Tapi rada-rada silau banget,mata sakit kalo lama banget dan mesti liat-liat yang lain selain layar ini.

Emang ini meleset, kadang gue galau kalo mesti ingat kembali untuk move ke jurusan lain.
Gue mutusin untuk terus berusaha mendalami ilmu ini kalo gue ada nafsu. sekarang gue semester 2, perjalanan masih panjang,masih bisa banyak belajar.

Gue percaya dengan A=x+y+z 
A= Hasil
x= niat
y= usaha
z=doa

Semoga gue bisa ngejalaninnya ,dapet bs.amin

Selamt pagi kamis teman-teman.

Comments

Popular posts from this blog

Teori Sosiologi Dan Cinta

Saya tak sengaja terdampar kuliah di jurusan ini. Saya sudah melalui empat semester  di sosiologi UR alias Universitas Riau . Jatuh bangun sama IP sudah saya rasakan, banyak tugas yang sudah saya kerjakan (biasa aja sih sebenernya tugasnya, agak di dramatisir aja) sudah 2 orang senior yang jadiin saya responden (nah di bagian ini sebenernya gak suka, begitu bermasalahkah diri saya sehingga harus diteliti,oke, positif aja, mungkin saya unik. hehehe) . Kalau dipikir-pikir (kali ini saya tumben mikir) sosiologi itu mempelajari semuanya loh, bukan hanya agama, perkotaan, pedesaan, kesehatan, lingkungan, hukum, tapi juga hal yang paling absurd di dunia ini yang bernama CINTA . Iya, cinta. Harusnya mahasiswa sosiologi tidak ada yang jomblo karena ada beberapa teori yang mengaitkan tentang ini. Tidak ada yang ngemis-ngemis cinta atau miskin cinta atau bahkan fakir asmara.  PDKT alias PENDEKATAN itu bisa jadi terinspirasi dari teori kakek sosiolog yang mungkin beliau ter...

Mencoba Menemukan Ketenangan di Tengah Riuhnya Kehidupan

Hidup itu seperti berada di atas papan selancar, terkadang ombaknya tenang, terkadang menggulung-gulung seperti monster raksasa. Dan jujur saja, dalam beberapa bulan terakhir, rasanya saya lebih sering terhempas ombak daripada berdiri gagah di atasnya. Cemas? Oh, cemas itu sudah seperti teman lama yang tak diundang datang setiap hari. Mood buruk? Rasanya seperti awan hitam yang terus menempel di kepala, bahkan saat cuaca cerah. Bayangkan saja, saya, yang dulu penuh semangat menjalani hari-hari, tiba-tiba merasa kehilangan minat pada hal-hal yang biasa saya cintai. Olahraga? Sudah seperti cinta lama yang tak berbalas. Buku? Seakan huruf-huruf di dalamnya berubah menjadi semut-semut yang berlarian tanpa arah. Bahkan serial drama Korea yang biasanya menjadi sahabat setia saat malam datang, kini hanya menjadi tontonan latar belakang saat pikiran saya melayang entah ke mana. Hidup saya, meskipun penuh potensi, kadang terasa seperti teka-teki tanpa petunjuk. Saya berusaha sebaik mungkin untu...

Towards The Light

Pagi menjelang, dan alarm berbunyi dengan suara yang sama. Saya membuka mata, tetapi rasanya berat untuk bangkit dari tempat tidur. Setiap hari terasa seperti pengulangan yang sama, itu hanya sebuah tanda bahwa saya masih melanjutkan hidup. Hari-hari berlalu, dan saya merasa terjebak dalam rutinitas yang tak kunjung berubah. Menjalani hari demi hari adalah pekerjaan yang berat, dan saya seperti penonton dalam film yang tidak berujung, menjalani momen yang itu-itu saja tanpa perkembangan. Ketidakpuasan ini membuat saya merasa kosong. Seperti banyak orang, saya berusaha menemukan cara untuk tumbuh, tetapi saat ini, satu-satunya ruang untuk berkembang adalah melalui kembali ke bangku sekolah—sebuah pelarian kecil dari kenyataan yang menyedihkan. Dalam kesibukan itu, saya merindukan kehidupan yang lebih bermakna—kehidupan di mana saya berusaha untuk hidup sepenuhnya, bukan hanya bertahan. Saya bukannya tidak bahagia, tetapi aku juga tidak merasa bahagia. Saya teringat saat-saat ketika saya...