Hidup itu seperti berada di atas papan selancar, terkadang ombaknya tenang, terkadang menggulung-gulung seperti monster raksasa. Dan jujur saja, dalam beberapa bulan terakhir, rasanya saya lebih sering terhempas ombak daripada berdiri gagah di atasnya. Cemas? Oh, cemas itu sudah seperti teman lama yang tak diundang datang setiap hari. Mood buruk? Rasanya seperti awan hitam yang terus menempel di kepala, bahkan saat cuaca cerah.
Bayangkan saja, saya, yang dulu penuh semangat menjalani hari-hari, tiba-tiba merasa kehilangan minat pada hal-hal yang biasa saya cintai. Olahraga? Sudah seperti cinta lama yang tak berbalas. Buku? Seakan huruf-huruf di dalamnya berubah menjadi semut-semut yang berlarian tanpa arah. Bahkan serial drama Korea yang biasanya menjadi sahabat setia saat malam datang, kini hanya menjadi tontonan latar belakang saat pikiran saya melayang entah ke mana.
Hidup saya, meskipun penuh potensi, kadang terasa seperti teka-teki tanpa petunjuk. Saya berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi harapan dan tantangan, meskipun terkadang tujuan akhirnya terasa kabur, seperti siluet yang samar di kejauhan. Ada momen-momen di mana usaha saya seolah terbang bersama angin, tak mendapat sorak sorai atau sekadar anggukan ringan yang menandakan pemahaman.
Di sisi lain, saya bertemu dengan sosok-sosok yang warna-warni—ada yang memberi energi positif, ada juga yang sepertinya memancing latihan kesabaran ekstra. Mereka ini, entah bagaimana, seperti karakter dalam film komedi satir yang membuat saya terkadang ingin tertawa, tetapi lebih sering menahan diri untuk tidak menghela napas panjang.
Namun, di tengah semua ini, satu hal yang menyadarkan saya: tidak semua awan hitam bertahan selamanya. Saya mulai mencari titik cerah di antara gumpalan kelabu itu. Menengok sejenak ke dalam diri, saya mulai mengingat mengapa saya memulai perjalanan ini, apa yang membuat saya bersemangat di awal, dan apa yang ingin saya capai.
Saya pun mulai menata langkah, sedikit demi sedikit, dengan hati-hati. Berbicara dengan diri sendiri dalam keheningan malam, memanjatkan doa dengan niat yang tulus, dan—meskipun awalnya terasa berat—mencoba mengembalikan hubungan dengan Sang Pencipta. Perlahan, perasaan tenang itu datang, seperti hangatnya sinar matahari setelah hujan deras.
Saya masih di sini, menapaki labirin ini, tetapi dengan cara yang berbeda. Bukan lagi sebagai seseorang yang tersesat, tetapi sebagai penjelajah yang tahu bahwa setiap jalan memiliki tujuannya, dan setiap tikungan bisa membawa pada kejutan yang tidak terduga. Perjalanan ini mengajarkan saya bahwa tidak apa-apa merasa lelah, tidak apa-apa merasa ingin menyerah sejenak, asalkan kita terus melangkah lagi esok harinya.
Jadi, kepada kamu yang mungkin merasakan hal serupa, ingatlah: setiap labirin memiliki jalan keluar, dan setiap awan kelabu akhirnya akan berpindah. Teruslah berjalan dengan keyakinan, karena setelah badai berlalu, langit cerah menanti di ujung sana..