Wednesday, November 13, 2024

Mencoba Menemukan Ketenangan di Tengah Riuhnya Kehidupan

Hidup itu seperti berada di atas papan selancar, terkadang ombaknya tenang, terkadang menggulung-gulung seperti monster raksasa. Dan jujur saja, dalam beberapa bulan terakhir, rasanya saya lebih sering terhempas ombak daripada berdiri gagah di atasnya. Cemas? Oh, cemas itu sudah seperti teman lama yang tak diundang datang setiap hari. Mood buruk? Rasanya seperti awan hitam yang terus menempel di kepala, bahkan saat cuaca cerah.

Bayangkan saja, saya, yang dulu penuh semangat menjalani hari-hari, tiba-tiba merasa kehilangan minat pada hal-hal yang biasa saya cintai. Olahraga? Sudah seperti cinta lama yang tak berbalas. Buku? Seakan huruf-huruf di dalamnya berubah menjadi semut-semut yang berlarian tanpa arah. Bahkan serial drama Korea yang biasanya menjadi sahabat setia saat malam datang, kini hanya menjadi tontonan latar belakang saat pikiran saya melayang entah ke mana.

Hidup saya, meskipun penuh potensi, kadang terasa seperti teka-teki tanpa petunjuk. Saya berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi harapan dan tantangan, meskipun terkadang tujuan akhirnya terasa kabur, seperti siluet yang samar di kejauhan. Ada momen-momen di mana usaha saya seolah terbang bersama angin, tak mendapat sorak sorai atau sekadar anggukan ringan yang menandakan pemahaman.

Di sisi lain, saya bertemu dengan sosok-sosok yang warna-warni—ada yang memberi energi positif, ada juga yang sepertinya memancing latihan kesabaran ekstra. Mereka ini, entah bagaimana, seperti karakter dalam film komedi satir yang membuat saya terkadang ingin tertawa, tetapi lebih sering menahan diri untuk tidak menghela napas panjang.

Namun, di tengah semua ini, satu hal yang menyadarkan saya: tidak semua awan hitam bertahan selamanya. Saya mulai mencari titik cerah di antara gumpalan kelabu itu. Menengok sejenak ke dalam diri, saya mulai mengingat mengapa saya memulai perjalanan ini, apa yang membuat saya bersemangat di awal, dan apa yang ingin saya capai.

Saya pun mulai menata langkah, sedikit demi sedikit, dengan hati-hati. Berbicara dengan diri sendiri dalam keheningan malam, memanjatkan doa dengan niat yang tulus, dan—meskipun awalnya terasa berat—mencoba mengembalikan hubungan dengan Sang Pencipta. Perlahan, perasaan tenang itu datang, seperti hangatnya sinar matahari setelah hujan deras.

Saya masih di sini, menapaki labirin ini, tetapi dengan cara yang berbeda. Bukan lagi sebagai seseorang yang tersesat, tetapi sebagai penjelajah yang tahu bahwa setiap jalan memiliki tujuannya, dan setiap tikungan bisa membawa pada kejutan yang tidak terduga. Perjalanan ini mengajarkan saya bahwa tidak apa-apa merasa lelah, tidak apa-apa merasa ingin menyerah sejenak, asalkan kita terus melangkah lagi esok harinya.

Jadi, kepada kamu yang mungkin merasakan hal serupa, ingatlah: setiap labirin memiliki jalan keluar, dan setiap awan kelabu akhirnya akan berpindah. Teruslah berjalan dengan keyakinan, karena setelah badai berlalu, langit cerah menanti di ujung sana.

Share:

Friday, October 18, 2024

Towards The Light

Pagi menjelang, dan alarm berbunyi dengan suara yang sama. Saya membuka mata, tetapi rasanya berat untuk bangkit dari tempat tidur. Setiap hari terasa seperti pengulangan yang sama, itu hanya sebuah tanda bahwa saya masih melanjutkan hidup.

Hari-hari berlalu, dan saya merasa terjebak dalam rutinitas yang tak kunjung berubah. Menjalani hari demi hari adalah pekerjaan yang berat, dan saya seperti penonton dalam film yang tidak berujung, menjalani momen yang itu-itu saja tanpa perkembangan. Ketidakpuasan ini membuat saya merasa kosong. Seperti banyak orang, saya berusaha menemukan cara untuk tumbuh, tetapi saat ini, satu-satunya ruang untuk berkembang adalah melalui kembali ke bangku sekolah—sebuah pelarian kecil dari kenyataan yang menyedihkan.

Dalam kesibukan itu, saya merindukan kehidupan yang lebih bermakna—kehidupan di mana saya berusaha untuk hidup sepenuhnya, bukan hanya bertahan. Saya bukannya tidak bahagia, tetapi aku juga tidak merasa bahagia. Saya teringat saat-saat ketika saya bisa berolahraga setiap hari, tertawa lepas tanpa beban, dan menjelajahi dunia dengan rasa ingin tahu. Namun, sekarang semua itu terasa jauh, seolah saya terasing di dunia yang sempit, melangkah sendirian dalam gelapnya rutinitas.

Konsep "manusia setengah salmon" mulai terlintas dalam pikiran saya, sebuah simbol bagi mereka yang berjuang melawan arus, tidak hanya mengikuti jalur yang telah ditentukan. Seperti salmon yang berusaha berenang melawan arus untuk mencapai tempat kelahiran mereka, saya pun merasa harus melakukan perubahan yang berarti dalam hidup saya. Terkadang, untuk berpindah ke tempat yang lebih baik, kita harus melawan ketidakpastian dan menghadapi tantangan.

Terkadang, saya merindukan tempat untuk berbagi, semacam pelabuhan aman di mana saya bisa membuka hati dan berbicara tentang apa yang saya rasakan. Namun, dunia ini terasa dingin dan tidak ramah, seolah saya terjebak dalam lautan kesepian tanpa ada yang bisa diandalkan. Bukannya saya tidak bersyukur; saya hanya merasa sedikit jauh dari Tuhan, tidak seperti biasanya. Rasa syukur itu ada, tetapi sulit untuk diungkapkan di tengah kekosongan ini. Hal buruk seharusnya datang dalam jumlah kecil, tetapi saya tahu saya harus menghentikan mereka sebelum semuanya semakin besar.

Setelah berjuang dengan semua perasaan ini, saya memutuskan untuk mencari bantuan. Saya menemui seorang profesional, dan dalam sesi-sesi itu, saya mendengar sebuah pesan yang mendalam: “Izinkan diri Anda untuk menyayangi diri sendiri.” Sebuah pengingat sederhana, tetapi sangat sulit untuk diterima saat hidup terasa berat. Saya ingin belajar untuk merawat diri saya dengan cara yang belum pernah saya lakukan sebelumnya.

Di tengah semua ini, tidur menjadi sebuah kemewahan yang langka. Saya sering terjaga di malam hari, terjebak dalam pikiran dan keraguan. Mencari ketenangan di tengah kebisingan pikiran menjadi tantangan tersendiri, dan saya tahu bahwa ada lebih banyak yang harus saya lakukan untuk menemukan kembali kebahagiaan. Meskipun saat ini saya berjalan sendirian, saya berharap bisa segera keluar dari lingkaran ini dan menemukan kembali diri saya yang hilang.

Share:

Thursday, June 20, 2024

Sudah Sebulan

 Sudah sebulan, tapi aku masih suka membaca history chat kita di handphone.

Sudah sebulan, barusan ibumu menelponku. Aku sudah lama sekali tidak bicara dengannya.

Ibumu memulai dengan

‘Kamu baik-baik aja?’

‘Baik, semua, baik,’ kataku.

‘Masa?’ tanya ibumu.

‘Iya,’ kataku.

"Kami semua kangen sama dia’ kata ibumu. "Kangen banget.’

"Sekarang dia udah punya hidup yang baru, kamu juga bisa memberikan hidup yang baru untuk diri kamu. Kamu bisa menolong dirimu sendiri.’

Aku ingat kalimat ibumu ini mirip dengan yang kamu ucapkan. Aku ingat kita berdua selesai menonton Avengers kedua kalinya, lalu kamu membuang plastik minum di tempat sampah. 

Lalu, masih terbawa action film tersebut, aku berkata kepadamu, ‘Kapan pun kamu dalam bahaya, aku pasti tolongin kamu.’ Kamu malah menjawab, ‘Coba aku mau tanya. Kalau misalnya kita keracunan nih, penawarnya cuma satu. Kamu mau kasih ke siapa obatnya?’

Aku jawab dengan yakin, ‘Ke kamu lah.’

Kamu malah tertawa. ‘Aku gak mau. Aku mau kamu menolong dirimu sendiri.’

‘Kenapa?’ tanyaku.

‘Karena aku sayang kamu,’ katamu, sambil tersenyum.

Share:

Wednesday, June 5, 2024

When God Takes You Back

 Almost one month.

I'm finally ready to talk about it.

Writing has always been a way of escape for me in the past, penning all of my dark thoughts so I could live in the light of day.

It was not what I thought I was getting a call for on a Sunday morning. Yet we only met a week ago. We talked. We hang out together. You left without a word.

At that time, mostly, I just felt numb. Physically, I was there, but I didn’t feel here mentally. I worked and I studied for my postgrad classes. But I was not okay. I didn’t know how to deal with grief. I didn’t know how I was supposed to feel. 

We were together for 17 years. We bonded over our love for talking, our similar music tastes, and our perfectionism. We would talk for hours about the most mundane things or serious life decisions. We were so alike that sometimes we would argue and get into spats, but we always made up.

I don’t know what to say to explain how much it hurts and confuses me that you left so easily. It’s hard for me to understand how you could just walk away without a word, without telling me why or saying goodbye. It feels like you threw me away like I didn’t matter, like I was nothing to you.

I have no idea how many nights I spent crying myself to sleep, how many days I struggled to sleep, how many moments I felt like I couldn't breathe because the pain was too much to bear. There were times when I was suddenly sad because I suddenly remembered you... us.

It’s hard to forget someone who gave us so much remember. That memory will always hurt.

Seperti Sheila on 7 bilang:

Sekeras apapun menangis, takkan mengubah yang telah terjadi. Kita harus melepaskan
Semua tempat jalan waktu bersama, setiap kata yang telah diucapkan, bagai warisan yang telah disiapkan, kita harus menjaganya

Selamat Jalan 

Now I am no longer sad, and I never expected to be able to write this quickly. It's not like losing my parents. We all indeed intend to continue living as usual, it's heavy, but we can slowly get through it. 

I know I have to move forward and keep living the life you would have wanted for me. I’ll keep your memory alive in my heart, in my stories, in the way I live my life. 

Sending love and prayers to my loved ones. I will always miss you, my dear. My prayers are always for you.


Share:

Sunday, April 14, 2024

Kuliah di LSPR Communication and Business Institute adalah Pilihan Fleksibel

​Saat ini, saya tengah menjalani perkuliahan pascasarjana di jurusan Magister Business and Communication Management. Awalnya, saya bermaksud untuk kuliah di jurusan Manajemen Bisnis di Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), atau Bina Nusantara (Binus). Namun, keterbatasan seperti jarak karena saya tidak tinggal di Jabodetabek dan belum adanya kemungkinan perkuliahan online di ketiga kampus tersebut membuat saya mencari alternatif yang lebih fleksibel. Akhirnya, pilihan jatuh pada LSPR Communication and Business Institute yang menawarkan metode blended learning. Menarik, bukan?

Di LSPR Communication and Business Institute, menawarkan metode blended learning. Pendekatan ini tidak hanya memungkinkan saya untuk belajar dari mana saja, tetapi juga memastikan bahwa saya tetap terhubung dengan dosen dan sesama mahasiswa.

Mengapa Pilihan Jatuh pada LSPR Communication and Business Institute?

Karena saya percaya bahwa manajemen bisnis dan komunikasi merupakan dua pilar utama dalam dunia bisnis modern.Dengan menggabungkan keduanya melalui program Magister Business and Communication Management, saya dapat mengasah keterampilan kepemimpinan dan komunikasi saya untuk sukses di lingkungan bisnis yang kompleks.

Program ini juga membuka berbagai kesempatan karir yang luas, mulai dari bidang Marketing, Corporate Communication, hingga Business Development. Dengan demikian, saya dapat membawa nilai tambah dalam pengambilan keputusan strategis dan mengkomunikasikan visi perusahaan dengan jelas.

Tantangan dan Dukungan

Tentu, menjalani perkuliahan sambil bekerja tidaklah mudah. Tantangan membagi waktu antara pekerjaan, belajar, dan menyelesaikan tugas adalah hal yang harus saya hadapi setiap hari. Namun, dengan tekad dan semangat yang kuat, saya percaya bahwa segala hal bisa diatasi.

Saya sangat beruntung memiliki dukungan dari teman-teman seangkatan dan keluarga. Dukungan ini memberikan motivasi tambahan bagi saya untuk terus melangkah maju, terutama karena saya adalah generasi pertama yang melanjutkan ke jenjang pendidikan magister.

Harapan Saya

Dengan impian dan tekad yang kuat, saya berharap tahun 2025 nanti bisa berjalan di atas panggung wisuda dengan menggunakan toga dan bergelar MA. Semua perjuangan dan pengorbanan akan terbayar lunas ketika saya melihat diri saya sendiri sukses dalam karir dan kehidupan. Amiin.

Share:

Friday, February 23, 2024

Pursue My Dream

Hari ini, saya menulis postingan pertama saya di tahun 2024. Akhir-akhir ini, saya merasakan sering kali malas untuk menulis, baik di blog maupun di catatan saya. Itu mungkin bisa disebut sebagai fase-fase malas. Ironisnya, saya sering merasakan kecemasan dan kekhawatiran yang tidak terlalu penting, tetapi mengganggu pikiran saya.

Saat ini, saya duduk sendirian di sebuah tempat dengan laptop di depan saya. Awalnya, saya hanya berniat untuk bekerja dan mencari tahu tentang kisi-kisi ujian masuk S2. Ada beberapa tugas yang tertunda hari ini yang ingin saya selesaikan. Saya menikmati kesendirian ini, tanpa gangguan dari orang lain.

Selain itu, saya ingin menyegarkan kembali pengetahuan saya untuk persiapan ujian masuk S2 besok. Karena ujian ini dilaksanakan secara online, saya sedang mencari informasi tentang bagaimana ujian tersebut akan berlangsung. Sebelumnya, saya sudah pernah mengikuti ujian S2 pada tahun 2020 di Universitas Indonesia, tetapi saya gagal karena kurangnya persiapan.

Setelah empat tahun berlalu, saya akhirnya memutuskan untuk kembali ke bangku sekolah. Mengapa? Karena kembali ke sekolah adalah salah satu impian saya yang belum tercapai ketika saya berusia di bawah 30 tahun. Sekarang, di usia 31 tahun, saya ingin mewujudkannya. Selain itu, saya merasa bahwa saya memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan lagi, terutama dengan adanya sistem blended learning yang memungkinkan saya untuk belajar dari jarak jauh.

Keinginan saya untuk kembali ke bangku sekolah ini hanya saya bagikan kepada beberapa orang saja. Saya tidak ingin mengumumkannya secara terbuka sebelum saya benar-benar diterima sebagai mahasiswa pascasarjana.

Saat ini, satu hal yang sedang saya khawatirkan adalah apakah saya mampu untuk mengikuti program S2 ini. Saya menyadari bahwa saya terlalu banyak memikirkan hal tersebut sebelum memulai. Ini adalah sesuatu yang perlu saya ubah. Saya tidak akan pernah tahu kecuali jika saya mencobanya. Saya juga tidak akan pernah maju ke depan jika saya tidak mencoba.

Satu hal yang sedang saya coba sekarang adalah menjadi lebih berani untuk mencoba.

S2 ini tidak hanya sekadar sebuah langkah akademis buat saya, tapi juga menjadi penyemangat dalam berbagai hal. Ini adalah impian yang telah lama saya simpan, dan sekarang menjadi pendorong untuk mencapai lebih banyak hal dalam hidup. S2 adalah simbol dari tekad untuk terus berkembang, baik secara pribadi maupun profesional. Setiap langkah yang saya lakukan dalam mengejar gelar ini membawa saya lebih dekat kepada impian saya yang lebih besar. Jadi, S2 bukan hanya tentang mendapatkan gelar, tapi juga tentang menemukan kekuatan baru dalam diri dan membuka pintu untuk peluang yang lebih luas di masa depan.

Share:

Sunday, October 22, 2023

Ketika Duduk di Depan Jendela

Di sudut yang sepi di Starbucks, hari itu aku duduk seorang diri. Hanya aku, gelas Green Tea Latte yang menghiasi meja, dan ketenangan malam.

Sebelumnya, aku telah menjelajahi dua mal dalam upaya mencari buku yang tak kunjung ditemukan. Saat akhirnya sampai di sini, yang kupanggil sebagai 'mall tempat orang selingkuh.' Namun, tidak bisa disangkal bahwa dalam sepi, ada ketenangan. 😄

Duduk selalu di meja yang sama, menghadap keluar jendela, aku membiarkan mataku melihat mobil-mobil yang berlalu begitu cepat. Pikiranku yang kerap kali berkecamuk kini menjadi damai. Mungkin memang begitulah adanya, aku seringkali datang ke sini, sendirian.

Saat aroma Green Tea Latte pertama kali menyentuh hidung dan rasa hangatnya melalui bibirku, pikiranku mulai melayang. Tahun ini, rasa syukur yang besar tumbuh di hatiku. Ada banyak kebaikan yang datang dalam hidupku di tahun 2023 ini. Saya belajar untuk tidak hanya fokus pada sisi negatifnya.

Saya merasa beruntung. Dan itulah pelajaran yang saya dapat. Bersama sahabat karib, kami selalu mengingatkan satu sama lain untuk bersyukur. Saya, sebagai manusia yang kadang terlalu banyak mengeluh, terlalu banyak meminta, yang pada akhirnya membuat diri saya sendiri stres.

Sekarang, ketika saya merasa seperti itu, saya mencoba untuk beralih pikiran. Mengambil hikmah dari situasi apa pun yang sedang saya alami, mencari hal-hal positif di setiap sudut kehidupan. Tidak berarti saya menutup mata pada kenyataan, saya hanya mencoba untuk melihat sisi baik dalam segala hal. Memang sulit, namun selalu ada cara untuk menjadi lebih baik.

Share: