Beberapa waktu lalu, saya berada di titik di mana hidup terasa seperti berjalan tanpa arah. Setiap pagi, saya bangun dengan rasa lelah, meskipun tidur cukup. Saya menjalani rutinitas pekerjaan tanpa semangat, dan semuanya terasa hampa. Di satu sisi, saya merasa beruntung memiliki pekerjaan yang stabil. Namun, di sisi lain, ada sesuatu yang terus mengganjal di hati saya. Suatu pagi, saya bangun dengan kesadaran bahwa ada yang salah. Saya bertanya pada diri sendiri: Apakah saya benar-benar bahagia? Apa ini yang saya inginkan dalam hidup saya? Dua pertanyaan sederhana ini terus menghantui pikiran saya, terutama di saat lelah setelah menjalani hari yang penuh tekanan. Saya tahu, saya perlu melakukan sesuatu—mencari jawaban dari kebingungan ini. Ketika Rutinitas Membuat Saya Kehilangan Arah Rutinitas harian saya adalah salah satu hal yang paling saya andalkan. Namun, perlahan saya menyadari bahwa rutinitas ini juga membuat saya lupa untuk menikmati hidup. Saya terlalu fokus pada pekerjaan ...
Hidup itu seperti berada di atas papan selancar, terkadang ombaknya tenang, terkadang menggulung-gulung seperti monster raksasa. Dan jujur saja, dalam beberapa bulan terakhir, rasanya saya lebih sering terhempas ombak daripada berdiri gagah di atasnya. Cemas? Oh, cemas itu sudah seperti teman lama yang tak diundang datang setiap hari. Mood buruk? Rasanya seperti awan hitam yang terus menempel di kepala, bahkan saat cuaca cerah. Bayangkan saja, saya, yang dulu penuh semangat menjalani hari-hari, tiba-tiba merasa kehilangan minat pada hal-hal yang biasa saya cintai. Olahraga? Sudah seperti cinta lama yang tak berbalas. Buku? Seakan huruf-huruf di dalamnya berubah menjadi semut-semut yang berlarian tanpa arah. Bahkan serial drama Korea yang biasanya menjadi sahabat setia saat malam datang, kini hanya menjadi tontonan latar belakang saat pikiran saya melayang entah ke mana. Hidup saya, meskipun penuh potensi, kadang terasa seperti teka-teki tanpa petunjuk. Saya berusaha sebaik mungkin untu...